Oleh karenanya, Soekarno mengirimkan telegram dari Tokyo yang memberhentikan Mochtar dari UNPAD. Telegram tersebut dikirimkan Soekarno pada 16 Nopember 1962 kepada Menteri Pendidikan Prof Tojib Hadiwidjaja.
"Masa Soekarno sebagai pemimpin besar revolusi dikatakan seperti itu," kata Sarwono Kusumaatmadja (adik Mochtar) menanggapi kejadian itu (Juni 2015).
Kendati diberhentikan, studi kakak dari Sarwono Kusumaatmadja itu tidak berhenti. Dia bahkan melanjutkan studinya mengambil S 2 ke Yale University, Amerika Serikat.
Karena sejumlah pengabdiannya, ditambah lagi keinginannya untuk menimba ilmu yang tinggi, inilah yang menjadi alasan mengapa presiden berikutnya, yaitu Soeharto, menjadikan Mochtar Kusumaatmadja sebagai pembantu utama tokoh Orde Baru itu.
Selepas penggantian kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto, Mochtar melanjutkan studi S3 di Universitas Padjadjaran. Setelah itu, dia juga mengambil studi S3 di Chicago University jurusan Hukum Dagang dan Harvard University di Amerika Serikat jurusan Hukum Perdata Internasional.
Pulang ke tanah air, Mochtar menjadi pengajar di UNPAD sembari menyelesaikan tesis doktornya. Kepiawaiannya di bidang hukum membuat Mochtar diperbantukan di Departemen Pertambangan pimpinan Soemantri Brodjonegoro.
Beliau lantas menduduki jabatan rektor di UNPAD Bandung ini pada 1973-1974.
Mochtar kemudian menghasilkan dua karya yang gemilang di bidang hukum ini, yaitu Hukum Kontrak Bagi Hasil dan Hukum Kontak Karya.
Perjalanan berikutnya, Mochtar diangkat menjadi Rektor UNPAD, menjadi Menteri Kehakiman dan menjadi Menteri Luar Negeri.
Usai menjadi menteri, Mochtar menjadi konsultan hukum. Selain tetap menjadi Guru Besar.
Kabar meninggalnya ayah dari tiga orang anak itu dibenarkan oleh Teuku Faizasyah, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Minggu (6/6/2021). Istri Mochtar, Siti Chadidjah telah mendahuluinya, berpulang pada 2014.