Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

RUU Minol, Mana yang Lebih Tepat Judulnya, "Larangan", atau "Pengendalian"?

29 Mei 2021   09:04 Diperbarui: 29 Mei 2021   09:25 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


PBNU (Pengurus Besar Nahdatul ulama) menyebutkan tidak ada toleransi bagi pengecualian sektor wisata dalam RUU (Rancangan Undang Undang ) Minuman Beralkohol.

Seperti diketahui wacana pengaturan atau pengendalian terkait produksi, penyimpanan, atau peredaran Minol (Minuman Beralkohol) sudah mulai muncul sejak bulan Nopember tahun 2020 lalu.

Maka pada saat itu muncullah prakarsa dari sejumlah fraksi di DPR yaitu dari PKS, PPP, dan Gerindra untuk membuat RUU Minol yang diusulkan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Bukhori Yusuf dari PKS mengatakan alasannya mengapa dia mengangkat tema RUU itu. Bukhori Yusuf menyebutkan beberapa data dimana organisasi kesehatan dunia WHO ada 2,3 juta orang yang meninggal karena mengkonsumsi alkohol pada tahun 2011.

Angka tersebut meningkat pada tahun 2014.

Data lain yang dikemukakannya adalah di negara kita ada 14 juta dari 60 juta anak muda yang minum Minol ini.

Namun RUU tersebut lantas sempat ramai karena menimbulkan pro dan kontra. Christina Ariani dari fraksi Golkar mengatakan pengesahan RUU Minol bakal mematikan sejumlah usaha dan menciptakan banyak pengangguran.

Sutarman dari PDIP mengatakan bagaimana jadinya jika RUU Minol ini disahkan. Menurutnya di agama Kristen ada suatu acara yang disebut dengan Perjamuan Kudus yang memakai sarana air anggur untuk diminum.

Sedangkan dari Golkar, Firman mengatakan RUU Minol ini harus memperhatikan juga wilayah-wilayah yang mana alkohol ini sudah menjadi tradisi yang turun menurun, seperti di Bali, NTT, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Papua.

Sedangkan Ketua Umum PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), Gomar Gultom, mengatakan suatu RUU jangan hanya dipukul rata. 

Gomar bahkan mencontohkan UEA (Uni Emirat Arab). Negara mayoritas Muslim itu bahkan baru saja mencabut UU tentang larangan Minol ini. Sejak 13 Nopember 2020, mengonsumsi Minol atau Miras bukan lagi sebuah tindak pidana.

Mereka beralasan di negaranya banyak emigran yang datang, dan jika ada larangan, maka jumlah wisatawan yang datang ke negaranya akan tergerus.

Oleh karena adanya larangan Minol ini berdampak kepada sektor wisata, maka sejumlah kalangan mengusulkan agar mengecualikan sektor wisata.

Namun pendapat itu ditentang oleh PBNU (Pengurus Besar Nahdatul Ulama). Asnawi Ridwan dari PBNU mengatakan tidak ada pengecualian dari RUU Minol ini untuk sektor wisata nantinya.

Usulan sektor wisata yang mendapatkan tempat tersendiri di RUU Larangan Minol sudah dimasukkan dalam hal jual beli maupun pengonsumsian alkohol.

Asnawi mengemukakan alasannya, menurutnya pendapatan negara dari minuman beralkohol tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkannya.

"Pendapatan yang Rp 3,16 triliun dari Minol tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan mengonsumsi alkohol. Seperti kematian, kekerasan, atau kecelakaan. Maka menurut kami tidak ada toleransi bagi wisata," kata Asnawi, Kamis (27/5/2021) dalam Rapat Dengar Pendapat di Badan Legislasi DPR RI.

Menurutnya peraturan itu harus ditaati oleh seluruh warga negara tanpa pengecualian.

"Jika tempat-tempat tertentu diijinkan, ini tidak adil," katanya.

Dalam RUU Minol juga dicantumkan ada pengecualian untuk ritual keagamaan tertentu. Dalam hal ini, Asnawi mengusulkan agar Minol yang dikonsumsi jangan sampai memabukkan.

"Ada agama yang mengunakan alkohol untuk jamuan. Kami toleransi selama tidak sampai memabukkan. Karena agama pasti melindungi untuk kesehatan dan jiwa," katanya.

Sementara minuman beralkohol yang digunakan dalam tradisi tertentu PBNU mengusulkan agar Minol itu digunakan untuk upacara adat yang berlisensi sebagai budaya tradisional.

RUU Minol ini memang belum final, masih akan dibahas dalam Prolegnas Prioritas 2021. Tahapannya saat ini di Baleg DPR masih mendengarkan masukan publik.

Menanggapi pendapat dari PBNU itu, Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi mengatakan RUU Minol belum masuk ke tahap substansi dan juga judul.

"Masukan dari PBNU, Muhammadiyah, dan MUI akan kita jadikan bahan untuk tahap selanjutnya," kata Achmad Baidowi.

Ada yang mengusulkan nama RUU itu judulnya "pengendalian minuman beralkohol". Namun menurut Ketua MUI Zainal Arifin, kata "larangan" lebih tepat untuk digunakan ketimbang "pengendalian".

"Judulnya lebih tepat larangan bukan pengendalian minuman beralkohol," kata Zainal Arifin.

"RUU Larangan Minol" akan melarang pengonsumsian minuman beralkohol dengan pengecualian tertentu.

Pengecualian tertentu yang dimaksudkan Zainal Arifin di antaranya untuk acara ritual adat.

"Prinsipnya adalah larangan namun dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan hal," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun