Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Daendels Bayar Upah Pekerja, Tapi Uangnya Dikorupsi Bupati, Benarkah?

3 Mei 2021   11:06 Diperbarui: 4 Mei 2021   16:14 4680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Herman Willem Daendels (indozone.id)

Sebuah unggahan Twitter dari Teddy Septiansyah pada bulan Pebruari tahun 2021 lalu sempat menghebohkan para netizen. Dalam unggahannya, Teddy Septiansyah mengatakan jika sebenarnya Daendels sudah mengeluarkan uang sebesar 30.000 ringgit untuk membayar upah para pekerja, mandor dan juga untuk uang konsumsi.

Namun Teddy menulis jika uang itu tidak disampaikan oleh bupati kepada para pekerja, alias dikorupsi.

Mekanisme pemberian uang itu adalah dari Gubernur Jenderal ke residen. Dari residen ke bupati. Baru bupati yang langsung memberikannya kepada para pekerja.

Dalam penelitiannya, sejarawan dari Universitas Indonesia Djoko Marihandono menemukan jika bukti penyerahan uang dari dari residen ke bupati ada. Sedangkan bukti penyerahan uang dari bupati kepada para pekerja tidak ada.

Djoko mengatakan pemberian uang sebesar 30.000 ringgit itu saat sedang tahap pembuatan jalan antara Bogor ke Cirebon.

Jadi jika demikian apakah anggapan selama ini bahwa Daendels melakukan kerja rodi/kerja paksa benar adanya?

"Bukti penyerahan uang dari residen ada. Tapi dari bupati belum ada. Mungkin juga ada. Tapi yang pasti ada upah. Bukan kerja paksa," kata Djoko.

Tidak diketahui pasti berapa jumlah uang yang dikorupsi bupati.

Daendels pernah meminta Sultan Banten Syaifuddin untuk menyiapkan 1500 pekerja untuk membangun armada Belanda di Teluk Lada.

Alih-alih melaksanakan perintah Daendels, Sultan Syaifuddin malah memancung kepala Du Puy, utusan Daendels. Bahkan kepala Du Puy dikirimkan ke Daendels.

Marah besar, Daendels menghancurkan Keraton Kaibon, Kesultanan Banten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun