Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Barapen, Tradisi Bakar Batu di Papua yang Sudah Turun-temurun

26 April 2021   11:06 Diperbarui: 26 April 2021   11:41 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi bakar batu di Papua (regional.kompas com)


Kendati Papua mayoritas penduduknya beragama Kristen, unik jadinya dan menarik perhatian jika ternyata di Wamena, yang terletak di Kabupaten Jayapura, Propinsi Papua, ada sekelompok warga Muslim memiliki kekayaan budaya, yaitu apa yang disebut dengan Barapen.

Barapen ini berasal dari kata api. Atau disebut juga dengan tradisi bakar batu. 

Tradisi bakar batu ini dilakukan warga Muslim di sana bukan saja dalam rangka untuk menyambut tibanya bulan Ramadan, akan tetapi juga dalam rangka hari-hari raya Islam lainnya, seperti Idul Fitri atau Idul Adha.

Sejumlah batu dikumpulkan, lantas di atas batu itu diletakkan kayu bakar, untuk memasak makanan di atasnya. Makanan yang dimasak bukan lagi seperti yang dilakukan penduduk Papua lainnya di pegunungan, yaitu memasak daging babi.

Warga Muslim di Wamena menggantinya dengan memasak daging ayam , kambing, atau sapi.

Selain memasak daging, aneka makanan lainnya yang terdiri buah-buahan dan sayuran juga dilakukan, seperti memasak talas, ubi jalar, singkong, atau pun pisang.

Di Lembah Baliem setidaknya ada tiga kelompok etnis yang paling menonjol, yaitu suku Dani, suku Yali, dan suku Lani.

Umumnya tradisi barapen ini dilakukan oleh suku Dani. Suku Dani diperkirakan hadir di Lembah Baliem sekitar ratusan tahun yang lalu.

Oleh karenanya tradisi barapen ini sudah ada sejak lama dan terus dilakukan secara turun temurun. Konon kisahnya berawal dari sepasang suami istri yang kebingungan mencari bahan makanan untuk diolah karena minimnya peralatan.

Setelah itu, maka muncullah ide sepasang suami istri itu menggunakan batu untuk memasak di atasnya. Barapen itu hingga sekarang masih terus dilakukan.

Mereka juga mempunyai tradisi berburu hewan. Saat itu babi yang mereka dapatkan dari buruannya dimasak di atas batu tadi.

Tradisi ini sejatinya mengandung pesan sebagai wujud rasa terimakasih dan syukur mereka atas segala rejeki dan pemeliharaan yang dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Pencipta.

Mereka melaksanakan tradisi itu untuk memperingati hari-hari tertentu, misalnya memperingati hari kematian, sebagai simbol perdamaian dengan masyarakat lainnya, dan mengumpulkan masyarakat untuk berperang.

Itulah cikal bakal mengapa warga Lembah Baliem yang beragama Muslim mengganti daging babi dengan daging lainnya dalam barapen ini.

Islam hadir di Lembah Baliem boleh dikata belum lama. Peneliti Balai Arkeologi Papua dan sekaligus dosen di Universitas Cenderawasih Papua, Hari Suroto, mengatakan Islam hadir di Papua berasal dari era pemerintahan Soekarno.

Seperti diketahui paska RI merdeka, Papua (dulu Irian Barat) masih tertinggal dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya di Indonesia dalam segala hal.

Untuk itu, demi pemerataan keadilan dan pembangunan, Presiden Soekarno menugaskan sejumlah orang untuk menjadi Pelopor Pembangunan Irian Barat (PPIB). Relawan itu semuanya berasal dari Jawa Tengah dan Yogyakarta yang beragama Islam.

Sembari menyiapkan segala sesuatunya untuk membangun Irian Barat, para relawan itu juga berdakwah di Lembah Baliem. Mereka tenyata mendapatkan sambutan, sebagian penduduk suku Dani memeluk agama Islam.

Kendati demikian, tak serta merta karenanya terjadi perbenturan sosial, bahkan menurut Hari Suroto, warga Kirsten dan Muslim saling bergotong royong. "Wujud toleransi yang patut dicontoh," katanya.

"Tetua kami sudah memeluk Islam, jadi kami melakukan barapen ini diganti dengan daging ayam, sapi, atau kambing," kata Firman Asso, pengurus Mesjid Firdaus Asso.

Pada menjelang Ramadan 1 Ramadhan 1442 H kemarin, mereka juga melakukan tradisi bakar batu itu sebagai rasa syukur mereka dapat bertemu lagi dengan bulan suci dan sebagai wujud rasa syukur atas segala nikmat yang dirasakan selama ini.

Bulan Ramadhan juga menjadi berkah bagi mereka. Berbagai pihak datang kepada mereka memberikan bantuan.

Firman Asso mengatakan khusus Ramadhan tahun ini bantuan datang dari Pertamina dan Dharma Wanita wilayah Papua.

Sementara itu perwakilan dari Pertamina wilayah Papua dan Maluku, Edi Mangun, mengatakan jika tradisi bakar batu ini ditampilkan untuk mengenali tradisi turun temurun tersebut kepada khalayak.

"Kami sengaja datang ke Wamena ini untuk melihat proses bakar batu di sini, karena kebanyakan manajemen ini kan berasal dari luar Papua. Supaya mereka tahu bahwa inilah Papua," kata Edi yang adalah Unit Manajer Communication, Relation and CSR MOR VIII PT Pertamina Papua-Maluku (Persero), Sabtu (24/4/2021) malam.

Edi juga menambahkan kedatangan mereka juga sekaligus ingin bersilaturahmi dengan masyarakat Muslim Wamena.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun