Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengungkap Kilas Balik Misteri Kematian Kartini di Usia Muda

18 April 2021   11:06 Diperbarui: 18 April 2021   11:16 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga bangsawan RA Kartini (bosscha.id)


Pada setiap tanggal 21 April setiap tahunnya, kaum wanita Indonesia memperingati hari Kartini.

RA (Raden Ajeng) Kartini dilahirkan di Kabupaten Jepara, pada 21 April 1879. 

Atas jasa-jasanya memperjuangkan kaum perempuan agar sederajat dengan kaum lelaki, maka berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 108 tertanggal 2 Mei 1964, maka tanggal kelahiran Kartini 21 April setiap tahunnya ditetapkan untuk diperingati.

Jika kini kita mengenal buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" apakah itu ada hubungannya dengan Kartini?

Buku dalam bahasa Melayu yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1922 itu berisi pandangan Kartini dan perasaannya tentang nasib kaum perempuan di Indonesia.

Kartini sempat belajar bahasa Belanda dan mengadakan surat menyurat dengan temannya yang orang Belanda Mr.J.H. Abendanon di Belanda.

Setelah meninggal dalam usia muda, yaitu dalam usia 25 tahun (17 September 1904 di Kabupaten Rembang), J.H. Abendanon mengumpulkan tulisan-tulisan Kartini itu dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang berjudul "Door Duisternis tot Licht". 

Buku itu terbit untuk pertama kalinya pada tahun 1911. Barulah sebelas tahun kemudian, buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Balai Pustaka dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" seperti yang sudah disebutkan di atas.

Ketika Kartini meninggal, anak tunggalnya R.M. Soesalit baru saja dilahirkan. Kartini meninggal hanya empat hari setelah kelahiran R.M. Soesalit.

Menghadapi banyak rintangan dalam perjuangannya menyamakan kedudukan antara kaumnya dengan lelaki tidak serta membuat Kartini patah semangat.

Dia terus memperjuangkan dan menjadi pelopor kebangkitan perempuan Indonesia.

Perempuan pribumi harus setara dengan kaum lelaki. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, kaum perempuan Jawa saat itu didiskriminasi.

Perempuan dilarang sekolah tinggi-tinggi. Buat apa sekolah tinggi-tinggi, toh pada akhirnya perempuan hanya di dapur atau pendamping suami saja?

Perempuan hanya boleh belajar ilmu rumah. Pemerintah kolonial Hindia-Belanda juga sangat membatasi perempuan pribumi dalam hal pekerjaan.

Di masa akil balig perempuan harus tinggal di rumah dan dipingit.

Kartini yang gemar membaca dan menulis itu dalam perjalanannya kemudian mendirikan sekolah untuk masyarakat umum bertempat di serambi dan halaman belakang pendopo.

Anak ke 5 dari 11 bersaudara keturunan bangsawan Jawa ini memang sosok yang sangat antusias dalam pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Ayahnya adalah seorang bupati di Jepara yang bernama Raden Mas Sosroningrat dan ibunya adalah M.A. Ngasirah. Kakek Kartini dari ibunya adalah seorang guru agama di Jepara.

Kartini memang sosok yang cerdas. Demikian Sedangkan kakek dari ayahnya, Pangeran Ario Tjondronegoro juga sosok yang cerdas. Pangeran Ario Tjondronegoro bahkan diangkat menjadi bupati dalam usia muda yaitu 25 tahun.

Kakak Kartini, Sosroklartono juga dikenal sangat cerdas. Salah satunya, Sosrokartono bahkan begitu menguasai beberapa bahasa.

Sangat disayangkan memang. Kartini yang gemar membaca dan menulis itu hanya diperbolehkan orangtuanya menuntut ilmu sampai tingkat sekolah dasar. Kartini harus dipingit.

Dalam keadaan seperti itu, Kartini masih sempat mendirikan sekolah di Semarang, yang dinamakan Sekolah Kartini pada tahun 1912.

Tidak berhenti di Semarang saja, sekolah-sekolah lainnya didirikan juga di kota-kota lainnya seperti Cirebon, Madiun, Malang, Yogyakarta, bahkan Surabaya.

Dalam buku "Door Duisternis tot Licht" itu Kartini juga mengungkapkan perasaannya tentang cinta. Cinta kepada pria.

Kaum perempuan Indonesia kini harus berterimakasih kepada Kartini. Berkat jasa-jasanya, kini kaum wanita Indonesia sudah setara dengan lelaki di segala bidang kehidupan.

Sekarang tidak ada lagi istilah wanita yang dipingit. ,

Dalam perjalanannya kemudian, ada sejumlah kontoversi yang timbul. Salah satunya adalah soal kematian Kartini, empat hari setelah melahirkan anaknya.

Ada dugaan kematian Kartini itu akibat permainan jahat dari Belanda untuk membungkam pemikiran-pemikiran Kartini.

Empat hari setelah melahirkan, Kartini nampak sehat-sehat saja. Ketika dr Van Ravesten (dokter yang menolong Kartini melahirkan) akan pulang, untuk itu Kartini dan Ravesten menyempatkan untuk minum anggur bersama sebagai tanda perpisahan.

Setelah minum anggur itu Kartini sakit dan hilang kesadaran, hingga akhirnya meninggal dunia. Pada saat itu belum ada otopsi.

Pendapat lain mengatakan Kartini meninggal karena mengalami pre-eklampsia, atau kondisi tekanan darah tinggi pada ibu hamil. Akan tetapi hal itu juga tidak dapat dibuktikan karena catatan dan dokumen kematian Kartini tidak ditemukan.

Namun demikian, pihak keluarga tidak mempedulikan rumor yang muncul terkait kematian Kartini, mereka menerima peristiwa itu sebagai takdir Yang Maha Kuasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun