Awal mula kedatangan etnis-etnis Melayu itu sudah ada semenjak adanya kerajaan-kerajaan kuno.
Seperti diketahui, Srilangka dan Indonesia merupakan sama-sama menjadi jajahan Belanda. Pemerintah Hindia-Belanda membuang orang-orang yang dianggap menentang yang berasal dari kalangan bangsawan, kaum tentara, dan orang-orang tahanan ke negara yang dulunya bernama Ceylon itu.
Beberapa tokoh yang dibuang Belanda ke sana karena dianggap berbahaya itu antara lain adalah Syekh Yusuf Al-Makassari dan Amangkurat ke III.
Hampir keseluruhan dari mereka tidak ingin kembali ke Indonesia dan ingin menetap di Srilangka.
Sedangkan di masa kerajaan, dulunya ada relasi dagang antara Kerajaan Sriwijaya dan orang-orang Srilangka. Dengan adanya hubungan itu maka sejumlah penduduk dari kedua kerajaan itu saling mengunjungi.
Sebagian ada yang menetap di negara yang terletak di sebelah selatan India itu.
Tidak heran jika Anda ke sana, maka akan ditemui banyak wajah-wajah Indonesia. Karena mereka melahirkan anak cucu mereka di sana.
Mayoritas penduduk Srilangka adalah beragama Buddha. Sedangkan orang-orang beretnis Melayu yang notabene beragama Islam memiliki prosentase 5 persen dari keseluruhan populasi Muslim.
Islam disana ada sekitar 8,6 persen, Buddha 71 persen, 7,5 persen Kristen, dan sisanya lain-lain. Kelompok Muslim itu selain berasal dari Melayu, juga berasal dari etnis Arab
Sama seperti Indonesia, Srilangka pun memiliki tantangan untuk menciptakan terjadinya keharmonisan dalam hubungan antar etnisnya.
Kendati memang keharmonisan itu sudah bisa disebut tercipta, namun percikan-percikan kecil ada saja yang muncul. Mayoritas penduduk Srilangka yang beretnis Sinhala adalah beragama Buddha, mereka terkadang menjadikan agama sebagai kendaraan politik.