Sesama satu suku, mereka berkomunikasi dalam Bahasa Jawa. Akan tetapi dalam komunikasi resmi, mereka menggunakan Perancis. Kendati demikian, milenial orang Jawa hanya bisa berbahasa Perancis saja.
Hingga kini kebudayaan, kesenian, dan makanan khas Jawa masih terdengar. Dari wayang kulit atau gamelan. Suku Jawa juga membuka restoran-restoran yang menjual kuliner khas Jawa, di antaranya cenil, onde-onde, dawet, getuk, dan sebagainya.
New Caledonia dikuasai oleh Perancis sejak 1854. Negara yang terletak di barat daya Samudera Pasifik itu dulunya dijadikan Napoleon III sebagai tempat pembuangan narapidana politik. Sebanyak lebih dari 22.000 kriminal dibuang Napoleon III kurun 1860an-1876.
Dari beberapa sumber, pada tahun 1864 di tepi Sungai Diahot ditemukan tambang nikel. Dua tahun kemudian dibentuklah badan yang khusus mengelola nikel tersebut (Societe Le Nikel) dengan maksud untuk serius mengolah tambang yang potensial itu.
Oleh karenanya Perancis membutuhkan para pekerja. Perancis mendatangkan para buruh itu antara lain dari Jepang, Indo-Cina Perancis, dan dari Hindia-Belanda (Jawa).
Pada 1946 Kaledonia Baru menjadi wilayah luar negeri Perancis. Tanpa memandang status dan etnis, pada tahun 1953 status kewarganegaraan Perancis diberikan kepada semua penduduk.
Sebagai bagian dari Perancis, Kaledonia Baru juga ikut dalam pemilihan presiden Perancis pada tahun 2012. Tercatat ada 61,18 persen penduduk Kaledonia Baru yang berpartisipasi.
Pada 4 Nopember 2018 diadakan referendum untuk menetapkan status negara yang berbahasa resmi Perancis ini. Apakah mereka ingin berdiri sendiri atau tetap menjadi bagian Perancis.
Hasilnya, sebanyak 56,4 persen menginginkan tetap bersama Perancis dibandingkan sisanya yang 43,6 persen yang ingin merdeka.
Terkadang dalam peta Kaledonia Baru ini disebut juga dengan French Polynesia. Kata "Polynesia" terdengar seperti ada "Indonesia". Menarik diadakan penelitian apakah kata "Polynesia" itu merujuk juga kepada Indonesia, dalam hal ini keberadaan orang-orang Jawa.
Dalam perjalanan sejarahnya, penduduk asli Kaledonia Baru, yaitu Kanaki, sempat melakukan perlawanan dan melakukan perang gerilya (1878). Hal tersebut dikarenakan Perancis memberlakukan diskriminasi ekonomi terhadap Kanaki.