Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hamengkubuwono IX, Sang Pencetus Ide Serangan Umum 1 Maret 1949

2 Maret 2021   10:05 Diperbarui: 2 Maret 2021   10:22 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jenderal Soedirman, Serangan Umum 1 Maret 1949 (daerah.sindonews.com)


"Enam jam di Jogja" sepertinya Anda pernah mendengar kalimat tersebut. Apakah itu berbentuk sebuah karya film, atau pun judul dari sebuah buku?

Kemarin, 1 Maret (1949) memiliki arti penting bagi bangsa Indonesia. Tokoh-tokoh penting yang terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 itu adalah Soeharto, Soedirman, dan Hamengkubuwono ke IX.

Dengan dilancarkannya Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948, berarti mereka telah mengkhianati perjanjian Renville

Pada saat itu ibukota Indonesia, Yogyakarta, berhasil dilumpuhkan dan dikuasai, Belanda menangkapi para pemimpin Indonesia.

Para pemimpin Indonesia yang diciduk (pada 22 Desember 1948) kompeni itu antara lain Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Perdana Menteri Soetan Sjahrir. Mereka diasingkan ke Pulau Bangka.

Tokoh-tokoh utama dalam 6 jam di Jogja.

Awal mula serangan umum 1 Maret 1949 itu, adalah ketika Sultan Hamengkubuwono IX marah kepada tindakan Belanda yang menduduki Yogyakarta sehingga kota yang kini dijuluki "Kota Gudeg" itu kondisinya kacau balau.

Patut diketahui Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX ini tidak ditangkap Belanda karena kedudukannya yang istimewa. Jika ditangkap, maka Belanda akan kesulitan pada keberadaannya di Kota Gudeg itu.

Sultan Hamengkubuwono sangat dihormati di sana sebagai seorang raja. Namun Hamengkubuwono enggan bekerjasama dengan Belanda.

Agar tidak diperalat oleh Belanda, Sri Sultan Hamengkubuwono IX pun menulis surat yang disebarluaskan kepada seluruh Yogyakarta bahwa beliau mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Sultan. Tindakan pengunduran diri itu lantas diikuti oleh Sri Paku Alam.

Bulan Pebruari 1949 Hamengkubuwono IX berbincang dengan Jenderal Soedirman dan mengusulkan agar diadakan upaya untuk merebut kembali Kota Gudeg dengan cara melakukan serangan militer. Usulan itu disetujui oleh Jenderal Soedirman.

Kelak Anda akan mengetahui, peristiwa ini menjadi penilaian tersendiri, Soeharto dan Hamengkubuwono kelak menjadi orang besar, Presiden dan Wakil Presiden RI.

Sebagai seorang jenderal besar, Soedirman memberikan perintah kepada Hamengkubuwono untuk menghubungi para perwira agar bersiap-siap melakukan aksi mengepung Kota Gudeg.

Setelah menjalankan apa yang diperintahkan Jenderal Soedirman, Hamengkubuwono menghubungi Letkol Soeharto (yang kelak menjadi orang besar, Presiden RI ke 2), untuk memimpin serangan mengepung Belanda di Yogyakarta, pada 1 Maret 1949.

Perwira militer lainnya yang ditugaskan Hamengkubuwono untuk memimpin serangan kepada Belanda adalah Letkol Ventje Sumual, Mayor Kusno, dan Mayor Sardjono.

Mayor Sardjono ditugaskan memimpin serangan dari arah selatan, Mayor Kusno memimpin serangan dari arah utara, Ventje Sumual dari arah timur. Sedangkan Soeharto ditugaskan memimpin serangan dari arah barat menuju ke Malioboro (nama jalan yang terkenal hingga sekarang).

Diserang dari segala penjuru, Belanda kelabakan dan berhasil dilumpuhkan. Itulah cikal bakal mengapa Anda mendengar "enam jam di Jogja". Militer Indonesia berhasil menduduki Kota Gudeg selama 6 jam (pukul 06.00-12.00 WIB).

Dalam perjalanannya kemudian, Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX lantas dijuluki sebagai Bapak Pramuka Indonesia dan menjabat Ketua Kwartir Gerakan Pramuka, juga pernah menjadi Wakil Presiden RI ke 2 periode 1973-1978 mendampingi Presiden Soeharto.

Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX ini adalah Sultan Yogyakarta pertama yang memimpin Kesultanan Yogyakarta sekaligus Gubernur pertama Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX lantas mencatat rekor sebagai penguasa Yogyakarta terlama dalam sejarah, yaitu 48 tahun (1940-1988).

Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX sendiri menghadap Sang illahi di George Washington University Medical Center, Amerika Serikat pada 2 Oktober 1988 dalam usianya 76 tahun.

Dalam sejarah, memang Yogyakarta adalah ibukota Indonesia pada kurun 1946-1950.

Peristiwa 6 jam di Jogja ini lantas diangkat ke layar lebar dengan judul "Janur Kuning" dan sempat menjadi tontonan wajib. Film yang tokoh utamanya Letkol Soeharto itu dibintangi oleh antara lain Kaharuddin Syah, Deddy Sutomo, Dicky Zulkarnaen, dan lainnya, dengan disutradarai oleh Alam Rengga Sutawijaya, produksi tahun 1979.

Disebut janur kuning, karena ini adalah lambang perjuangan yang dikenakan para pejuang saat itu. 

Setelah Soeharto lengser pada 1998, empat bulan kemudian film Janur Kuning ini bukanlah lagi menjadi tontonan wajib, diputuskan oleh Menteri Penerangan Yunus Yosfiah. Yunus Yosfiah mengatakan film ini memanipulasi sejarah dengan kultus individunya Soeharto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun