Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melihat Lebih Dekat Orang-orang Bermata Biru dari Minangkabau

20 Februari 2021   10:02 Diperbarui: 20 Februari 2021   11:38 4216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga Sumatera Barat bermata biru (travel.detik.com)


Suku Lingon yang bermukim di Halmahera, Maluku, menjadi sorotan lantaran mereka mempunyai mata biru yang berlainan dengan mayoritas penduduk Indonesia lainnya.

Misteri ini belum terpecahkan, namun ada yang beralasan suku Lingon ini dulunya melakukan perkawinan dengan orang-orang Portugis.

Konon dulunya ada serombongan bangsa Portugis mengunjungi Maluku. Mereka datang dengan dua tujuan yaitu untuk mencari rempah-rempah dan untuk menyebarkan agama Katolik 

Konon rombongan Portugis itu terdampar di Halmahera dan karena sesuatu sebab mereka terpaksa harus menetap di wilayah itu bahkan pada akhirnya masuk hutan belantara. Di situlah cikal bakal mereka bercampur kawin dengan penduduk suku Lingon.

Penduduk suku Lingon sempat memeluk Katolik seperti misi yang dibawa Portugis. Akan tetapi mereka kembali lagi ke kepercayaan mereka yang animisme dan dinamisme.

Terlepas dari apakah mereka ada darah birunya, namun di lokasi lainnya di Indonesia ini ada juga mereka yang bermata biru.

Beberapa sumber menyebutkan, lokasi lainnya itu ada di Sulawesi, Pulau Buton, Aceh, dan Sumatera Barat dari suku Minangkabau.

Namun mereka lebih dipastikan bukan karena keturunan orang-orang Eropa, tapi orang-orang Minangkabau itu mempunyai kelainan tertentu pada apa yang disebut dengan Sindrom Waardenburg. 

Waardenburg ini adalah sindrom langka yang hanya diderita oleh 1 dari 40.000 orang di dunia.

Selain iris matanya berwarna biru, atau heterokromia iridium, mereka yang Waardenburg ini mempunyai kekurangan pada pada indera pendengarannya, mereka mengalami gangguan pendengaran.

Selain itu bentuk wajah, rambut, serta kulit mereka berbeda dari orang kebanyakan.

Heterokromia iridium diartikan berbeda warna. Jika satu matanya coklat, satunya lagi berwarna biru.

Waardenburg ini berasal dari nama dokter mata asal Belanda, D.J. Waardenburg, dialah yang pertama mengidentifikasikan nya pada tahun 1951.

Dokter Alana Biggers, jebolan Universitas Illinois, Chicago, Amerika Serikat, selain mengatakan Waardenburg ini diderita oleh 1 dari 40.000 orang di dunia, mereka juga unik. Pengidap Waardenburg ini tidak mampu melihat cahaya yang sangat terang, akan tetapi justru  mereka bisa melihat benda meskipun dalam keadaan gelap.

Gangguan pendengaran yang dialami pengidap Waardenburg seperti yang disebutkan di atas terjadi pada salah satu telinganya, atau keduanya, kiri dan kanan.

Jainal (35), penduduk Jorong Padang Data, Nagari Simawang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, mempunyai dua anak, Alika (2,6 tahun) dan Dani (6,6 tahun) yang mempunyai mata biru, tapi keduanya mengalami gangguan pendengaran semenjak lahir.

Dani pun disekolahkan di SLB (Sekolah Luar Biasa). Dokter menyarankan Jaenal supaya Dani tetap di SLB satu tahun lagi, baru sesudahnya dievaluasi apakah Dani akan dipakaikan alat bantu dengar atau belum.

Akan tetapi Jaenal yang berprofesi sebagai petani itu merasa ragu apakah dia dapat memperoleh alat bantu itu karena untuk membayar iuran BPJS Kesehatan pun dia masih menunggak. Pandemi Covid-19 mengakibatkan pendapatannya menurun.

Di tempat lainnya di Sumatera Barat, Yulia Eliza (39) juga mempunyai dua anak, yaitu Gofar (5) dan Fahri (10) yang mempunyai mata yang konon indah, berwarna biru. Akan tetapi mereka mengalami gangguan pendengaran semenjak lahir.

Yulia sendiri memiliki iris mata yang berwarna cokelat terang. Sayang, keluarga mereka tidak sanggup untuk membeli alat bantu dengar.

Dari mana mereka mendapatkan uang puluhan juta untuk pengobatan atau membeli alat bantu, mereka keluarga yang serba kekurangan.

Yulia mengatakan dokter pernah menganjurkan untuk membeli alat bantu dengar seharga Rp 24 juta atau operasi senilai Rp 500 juta buat Gofar dan Fahri.

Namun apa daya, Yulia cuma bisa pasrah, dia tidak mempunyai uang sebesar itu. "Saya tidak punya uang," katanya.

Namun kebanggaan menghampiri Tuti Fariani (59) dan Armila Putri (15), warga Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

Mereka memiliki mata berwarna biru, tetapi mereka tidak memiliki gangguan pendengaran seperti Waardenburg.

Tuti Fariani yang berprofesi guru itu mengaku anak cucunya bermata biru, aneh dan indah, Muthia Eriani (31) anaknya, bermata biru. Eriani sendiri mempunyai dua anak, Amira (6) dan Gibran (2,6) yang juga bermata biru.

Semua keturunannya bermata biru.

Armila Putri diolok-olok teman-temannya di sekolah lantaran mata satunya berwarna hitam, satunya biru.

Tapi Armila kini tidak minder lagi. Oleh karena matanya, dia dijadikan objek para fotografer untuk dijepret, bahkan Armila dibayar untuk itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun