Umat Tionghoa di Indonesia harus berterimakasih kepada sejarah masa lalu. Bagaimana nasibnya jika KH Abdurrahman Wahid tidak menjadi bagian dari sejarah pemerintahan di Indonesia?
KH Abdurrahman Wahid yang ingin disapa Gus Dur saja, muncul ke permukaan. Beliau terpilih menjadi orang nomor satu di republik ini. Menggantikan presiden sebelumnya BJ Habibie, Abdurachman Wahid terpilih menjadi presiden RI yang ke 4.
Beliau memerintah negeri kurun 20 Oktober 1999-23 Juli 2001. Namun dalam masa kepemimpinannya itu, ada kabar istimewa bagi etnis Tionghoa di Indonesia.
Gus Dur mengeluarkan instruksi Hari Raya Imlek dijadikan sebagai hari libur nasional di negara kita. Entah di negara lain, selain Cina , apakah Tahun Baru Cina itu hari libur nasional?
Melalui Keppres Nomor 9 tahun 2001, Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 produk Soeharto. Keppres Gus Dur itu membebaskan kembali etnis Tionghoa untuk merayakan kebudayaannya.
Sebelumnya, begitu republik ini beralih ke Orde Baru pimpinan Soeharto, segala macam kegiatan, perayaan, tulisan Cina dan kebudayaan Tionghoa lainnya dilarang dimainkan secara terbuka di keramaian.
Segala macam nama, orang, toko, dan perdagangan lainnya harus diganti ke dalam Bahasa Indonesia, tidak boleh berbau Tionghoa.
Soeharto menerbitkan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang pada intinya melarang segala sesuatu kegiatan, nama dalam bahasa Cina. Boleh dirayakan namun sangat terbatas.
Beberapa pengamat mengatakan Inpres tersebut dikeluarkan karena Soeharto menganggap kebebasan merayakan kebudayaan Cina mempengaruhi munculnya komunis di Indonesia.Â
Pada 30 September 1965 merupakan masa paling kelam dalam sejarah Indonesia sepanjang masa. PKI memberontak dan melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah. Banyak korban jiwa dari para pahlawan revolusi.
PKI identik dengan komunis, dimana Cina adalah biangnya faham tersebut. Jadi dengan pelarangan tersebut, dimaksudkan faham komunisme dihadang, dan diharapkan tidak mempan lagi di Indonesia.
Namun apakah kebijakan tersebut tepat adanya?
Orang-orang Cina di seluruh dunia, termasuk Indonesia, ingin bersukacita dan merayakan hari yang istimewa, Tahun Baru Imlek.
Orang-orang Tionghoa di Indonesia nampaknya kecewa dengan Inpres tersebut, kebebasan mereka terkekang untuk bersukacita.
Perjuangan suami dari Sinta Nuriyah Wahid tersebut dinarasikan kembali oleh Gus Ami, atau Abdul Muhaimin Iskandar dalam sebuah acara yang dinamakan "Kongko Show Live" yang dihelat oleh Rumah Komunitas TV, Sabtu (7/2/2021) malam WIB. Kongko atau kongkow-kongkow berarti ngomong-ngomong atau perbincangan.
Gus Ami menilai kebijakan Gus Dur membuka keran lagi, adalah sebagai wujud pluralisme. Gus Dur memperkenalkan konsep kebhinekaan atas kebangsaan non-rasial.
Gus Ami juga menekankan sejak Gus Dur diangkat menjadi presiden, seluruh keluarga besar NU (Nahdlatul Ulama) dan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) berkomitmen tidak ada lagi bentuk rasialis kepada siapa pun.
"Maka Inpres Soeharto itu dicabut dan diganti dengan Keppres Gus Dur," kata Gus Ami.
Kendati Gus Dur menegakkan nilai-nilai Pancasila, akan tetapi kebijakan Gus Dur tersebut menimbulkan pertentangan juga dari sejumlah pihak.Â
Wakil Ketua DPR RI ini mengatakan, pada saat itu Gus Dur banyak dimusuhi dan difitnah oleh kelompok-kelompok tertentu.
Salah satu imbasnya, menurut Gus Ami, suara PKB menurun drastis di Jawa Barat. PKB adalah partai yang didirikan oleh Gus Dur pada 23 Juli 1998.
Gus Ami mengatakan bangsa Indonesia harus bersyukur karena kita sekarang dapat menikmati keberagaman serta keindahan toleransi di Nusantara.
"Sekarang semua orang mengiyakan jika kebijakan yang diambil Gus Dur itu benar adanya," kata Gus Ami. Kendati berbeda adat istiadat dan budaya akan tetapi kita satu jua.
"Setiap kali Imlek saya selalu teringat Gus Dur. Beliau selalu membela penganut Konghucu dan aliran kepercayaan guna mendapatkan haknya sebagai warganegara," kata FX Triyas Hadi Prihantono, guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Yogyakarta.
Keppres No 9 Tahun 2001 Gus Dur menetapkan Imlek sebagai hari libur fakultatif, 9 April 2001.
Pada tahun 2003, Megawati Soekarnoputri, sebagai Presiden penerus Gus Dur, menyempurnakan kebijakan Gus Dur dengan menetapkan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional.
Pada perayaan Cap Go Meh di Kelenteng Tay Kek Sie, 10 Maret 2004, Gus Dur dijuluki sebagai "Bapak Tionghoa" oleh masyarakat Tionghoa di Semarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H