Ekonom senior Rizal Ramli menyentil Sri Mulyani yang menerapkan pemungutan pajak atas kartu perdana, pulsa, voucher, dan token listrik yang berlaku mulai hari ini, Senin, 1 Pebruari 2021.
Mantan Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri di era KH Abdurrahman Wahid tersebut menilai Menteri Keuangan Sri Mulyani hanya menutup-nutupi kefatalan nya sebagai "Ratu Utang". Dengan gayanya sebagai seorang ekonom, Rizal Ramli bahkan menyebutkan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan terbalik.
"Mengutang seenaknya dengan bunga yang tinggi, neraca primer negatif selama 6 tahun, akhirnya dia kepepet. Rakyat kecil dijadikan korban," kata Rizal Ramli, Jum'at (29/1/2021).
Seperti diberitakan di media massa, Sri Mulyani meneken aturan yang dinilai kontoversial. PMK (Pengaturan Menteri Keuangan) Nomor 6/PMK.03/2021 tentang PPh dan PPN pulsa, voucher, kartu perdana, dan token listrik itu diundangkan pada 22 Januari 2021 dan efektif berlaku mulai Senin, 1 Pebruari 2021.
Jelas menurut para pengamat pemungutan pajak tersebut sangat memberatkan masyarakat bahkan di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini masyarakat sedang banyak membutuhkan pulsa dan kartu perdana untuk penggunaan internet di WFH (Work From Home).
"Kebijakan ini beban baru buat masyarakat," kata Bhima Yudistira, ekonom dari Indef (Institute for Development of Economics and Finance).
Bhima juga menambahkan baru-baru ini masyarakat juga terbebani oleh kenaikan meterai. Jelas menurutnya pemungutan pajak kali ini menjadi semakin berat.
Ketika di negara lain pemerintahnya justru memberikan subsidi kepada perusahaan telekomunikasi, justru di Indonesia terbalik. Kebijakan pemerintah mengenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPh (Pajak Penghasilan) ini akan menghambat proses transformasi dan digitalisasi yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah.
"Perusahaan telekomunikasi di negara lain mereka dapat menambah jaringan di tempat-tempat terpencil," kata Bhima.
Koq terbalik? Begitu menurut saya pandangan yang dikemukakan oleh Bhima.
Di masa-masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini negara lain justru memberikan subsidi dan insentif kepada perusahaan-perusahaan telekomunikasi sehingga mereka dapat membangun jaringan internet baru di tempat-tempat terpencil dan terluar. Perusahaan-perusahaan telekomunikasi di negara lain diberikan semangat pajak.