Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Mengapa Si Kecil Mengalami "Speech Delayed"?

8 Januari 2021   09:04 Diperbarui: 9 Januari 2021   18:46 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengajak anak berinteraksi (kumparan.com)


Dalam suatu proses, seorang gadis melangsungkan pernikahan dengan suaminya. Dalam tugasnya, si gadis mengandung seorang anak. Setelah melewati masa-masa itu, wanita itu lantas melahirkan dan mempunyai seorang bayi.

Dalam kebahagiannya sebagai seorang ibu, setelah beberapa waktu berjalan, perannya sebagai seorang ibu kini menantikan saat-saat dimana bayi yang dilahirkannya mulai mengeluarkan kata pertamanya.

Tidak sedikit orangtua yang cemas jika si kecil belum juga dapat mengucapkan sepatah dua patah kata dari mulut mungilnya.

Dalam kurun waktu 6-10 bulan, umumnya seorang bayi mulai dapat sedikit berkomunikasi dengan orang-orang yang selama ini dekat dengannya. Apakah itu ibunya, ayah, paman, nenek, kakek, bahkan pengasuhnya.

Kata-kata yang keluar dari si kecil itu umpamanya aaaaaaaa... atau uuuiiiii... dan sebagainya. Dengan kata pertama yang dikeluarkannya itu orangtua khususnya menjadi gemas dengan sang buah hati.

Namun apa jadinya jika dalam kurun waktu yang sudah disebutkan di atas (6-10 bulan) si kecil belum juga bereaksi dengan kata-kata pertamanya untuk berinteraksi?

Inilah yang menurut para ahli psikologi yang harus diwaspadai karena ada kemungkinan bayi Anda mengalami apa yang disebut dengan keterlambatan bicara atau speech delayed.

Lalu kapankah seorang anak dianggap sudah mulai bisa berbicara?

Jawaban hal tersebut datang dari seorang psikolog dari Klinik Anakku Kelapa Gading, Jakarta, Feka Angge Pramita, M.Psi. Menurut Feka seorang anak dianggap sudah bisa bicara  jika sudah ada minimal satu kata yang bermakna yang diucapkan, meskipun hanya sekedar babbling.

Meskipun tidak secara utuh, misalnya mengucapkan "ma" dengan maksud "mamah", atau "lum" dengan maksud "belum". Namun itu menunjukkan jika si kecil sudah bisa berbicara.

Feka menambahkan yang penting bukan hanya sekedar kemampuan berbicara, tetapi juga berkomunikasi. Dalam komunikasi ini, kemampuan berbicara bukanlah kemampuan pertama yang dikuasai sang bayi.

Apa yang dikatakan Feka itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam berbicara seorang bayi seringkali mengucapkan kata-kata yang mengoceh seperti uaaauauaa... Bukan hanya sekedar mengeluarkan bunyi seperti itu, yang penting dalam mengeluarkan bunyi seperti itu si bayi sebenarnya ingin berkomunikasi, bertanya sesuatu, bercerita, atau memberitahukan sesuatu kepada orang-orang terdekatnya.

Dengan kata lain, dalam mengeluarkan bunyi itu ada kontak mata antara bayi dengan kita.

"Kontak mata dan memberikan respon inilah yang harus dikuasai sejak bayi," kata Feka.

Kemampuan tersebut bisa didapatkan dengan cara sering mengajak si kecil ngobrol sembari bertatap muka berhadap-hadapan.

Boleh juga bayi diajak ngobrol sambil bertanya kepada si kecil, misalnya ini apa, itu apa? Menunjukkan benda-benda. Atau, itu suara apa? Suara kucing. "Gitu bunyinya. meong... meong...".

Anak jangan dibiarkan saja diam atau tiduran tanpa ada orang-orang yang mengajaknya berinteraksi. Hal itu dapat menyebabkan anak mengalami keterlambatan berbicara (speech delayed).

Psikolog lain, Edward Andriyanto, M Psi., staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, mengungkapkan hal yang senada dengan Feka. Mengajak berbicara dengan bayi merupakan salah satu bentuk stimulasi yang bisa dilakukan. Edward menambahkan dalam mengajak bayi bicara, jangan menggunakan Baby Talk. "Berbicaralah perlahan kepada bayi, gunakan kosakata yang tepat," kata Edward.

Baby Talk atau Bahasa Bayi ini contohnya adalah "mamam" untuk "makan", atau "cucu" untuk "susu", "mimi" untuk "minum", dan sebagainya.

Kesimpulannya, untuk stimulasi kemampuan berbicara sang anak adalah:

Dalam bicara berhadapan, si bayi dapat melihat dan menirukan gerak mulut kita. Kenalkan benda-benda baru dan sebutkan benda-benda itu. Memberikan pujian ketika anak berhasil mengembangkan kemampuannya.

Jika si anak sudah lebih besar, libatkan anak dalam obrolan dengan anak seusianya. Bacakan buku cerita.

Lalu apakah indikasinya seorang anak mengalami speech delayed? Tanda-tandanya adalah, jika sudah mencapai usia 18 bulan, si anak belum juga bisa melakukan hal-hal seperti ini: 

Belum bisa membuat kalimat dalam dua kata. Sulit untuk memulai berkomunikasi (joint attention). Sering pamer dan menunjukkan sesuatu. Menunjukkan rasa ingin tahu dan bertanya. Menunjuk disertai kontak mata yang  konsisten. Memanggil orangtuanya, dan Merespon ketika dipanggil.

Minimnya interaksi dengan anak bisa disebabkan karena orangtua terlalu sibuk dan tidak punya waktu, dan juga anak terlalu sering diberikan tayangan berlayar. Itu yang menyebabkan anak mengalami speech delayed.

Tayangan berlayar ini adalah terlalu sering bermain gadget.

Dalam usia 3-5 tahun, sebagian besar anak bisa menangkap kosakata baru dengan cepat dan memahami perintah yang lebih panjang, seperti "Buka bajunya, ganti baju baru", atau "Ayo cuci tangan pakai sabun".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun