Apa yang dikatakan Feka itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam berbicara seorang bayi seringkali mengucapkan kata-kata yang mengoceh seperti uaaauauaa... Bukan hanya sekedar mengeluarkan bunyi seperti itu, yang penting dalam mengeluarkan bunyi seperti itu si bayi sebenarnya ingin berkomunikasi, bertanya sesuatu, bercerita, atau memberitahukan sesuatu kepada orang-orang terdekatnya.
Dengan kata lain, dalam mengeluarkan bunyi itu ada kontak mata antara bayi dengan kita.
"Kontak mata dan memberikan respon inilah yang harus dikuasai sejak bayi," kata Feka.
Kemampuan tersebut bisa didapatkan dengan cara sering mengajak si kecil ngobrol sembari bertatap muka berhadap-hadapan.
Boleh juga bayi diajak ngobrol sambil bertanya kepada si kecil, misalnya ini apa, itu apa? Menunjukkan benda-benda. Atau, itu suara apa? Suara kucing. "Gitu bunyinya. meong... meong...".
Anak jangan dibiarkan saja diam atau tiduran tanpa ada orang-orang yang mengajaknya berinteraksi. Hal itu dapat menyebabkan anak mengalami keterlambatan berbicara (speech delayed).
Psikolog lain, Edward Andriyanto, M Psi., staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, mengungkapkan hal yang senada dengan Feka. Mengajak berbicara dengan bayi merupakan salah satu bentuk stimulasi yang bisa dilakukan. Edward menambahkan dalam mengajak bayi bicara, jangan menggunakan Baby Talk. "Berbicaralah perlahan kepada bayi, gunakan kosakata yang tepat," kata Edward.
Baby Talk atau Bahasa Bayi ini contohnya adalah "mamam" untuk "makan", atau "cucu" untuk "susu", "mimi" untuk "minum", dan sebagainya.
Kesimpulannya, untuk stimulasi kemampuan berbicara sang anak adalah:
Dalam bicara berhadapan, si bayi dapat melihat dan menirukan gerak mulut kita. Kenalkan benda-benda baru dan sebutkan benda-benda itu. Memberikan pujian ketika anak berhasil mengembangkan kemampuannya.
Jika si anak sudah lebih besar, libatkan anak dalam obrolan dengan anak seusianya. Bacakan buku cerita.