Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Raden Patah, Penghancur Kerajaan Hindu-Buddha Terakhir di Nusantara, Siapakah Dia?

23 Desember 2020   10:05 Diperbarui: 23 Desember 2020   10:12 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raden Patah atau Senapati Jimbun (guruakuntansi.co.id)


Alam mistis kadang-kadang membuat dunia medis geleng-geleng kepala. Percaya atau tidak percaya sejumlah kenyataan di beberapa tempat di tanah air ini ada saja mistis yang terjadi.

Bisa saja itu terjadi, mahluk yang bukan manusia secara lahiriah menimbulkan sejumlah peristiwa mistis ini.

Di wilayah Umbul Kendat, Jawa Tengah, ada mata air yang bukan mata air biasa. Mata air ini mengalir terus menerus seakan tiada habisnya. Selain itu umbul tersebut juga konon dapat mendatangkan berkah bagi yang berendam atau menyentuhnya.

Kendat dalam bahasa Jawa berarti bunuh diri. Mengapa demikian?

Misteri ini berawal dari salah seorang putri dari Kertabumi, atau lebih dikenal dengan Brawijaya V, Raja Kerajaan Majapahit di Jawa Timur yang berkuasa pada 1468-1478 Masehi. Brawijaya V ini sekaligus juga sebagai Raja Majapahit terakhir seiring hancurnya kerajaan yang bernafaskan Hindu-Buddha itu.

Dirontokkannya Majapahit oleh Raden Patah yang beragama Islam itu sekaligus mencatat Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Buddha terakhir di Nusantara. Dalam sejarahnya, Majapahit merupakan kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara.

Majapahit mengalami masa keemasannya pada Prabu Hayam Wuruk dengan Perdana Menteri nya yang terkenal Gajah Mada. Gajah Mada berhasil meluaskan wilayah kekuasaannya meliputi hampir semua wilayah yang disebut Indonesia sekarang ditambah dengan Asia Tenggara.

Oleh berbagai sebab, selepas kepemimpinan Hayam Wuruk Majapahit perlahan-lahan mulai melemah, sampai akhirnya pudar sama sekali karena ditaklukkan oleh Raden Patah. Raden Patah lalu memaksa seluruh rakyat Majapahit dan mantan para petingginya untuk memeluk agama Islam.

Namun ada seorang putri dari Kertabumi yang lebih memilih untuk bunuh diri (kendat) daripada dia diislamkan.

Menghindari kejaran dari para pengikut Raden Patah, putri Kertabumi yang bernama Dyah Ayu Retna Kedaton itu lantas melarikan diri ke Boyolali, Jawa Tengah, untuk meminta perlindungan kepada kakak iparnya yang Adipati Pengging bernama Sri Makurung Prabu Hadiningrat.

Akan tetapi alangkah terkejutnya sang putri, yang saat itu masih renaja (14-18 tahun) karena dia tidak menemukan kakak iparnya dan Kerajaan Pengging juga sudah menghilang.

Sesudahnya diketahui jika Sri Makurung Prabu Hadiningrat bersama istri, anak dan semua abdi dalem melakukan moksa. Moksa dalam Hindu adalah berdiam diri mengheningkan cipta dengan menjauhkan diri dari segala sesuatu ikatan duniawi yang penuh penderitaan.

Melihat kondisi itu, Dyah Ayu pun lantas memutuskan mengikuti jejak kakak iparnya melakukan moksa. Orang-orang yang mengasihi sang putri lalu menandai tempat moksa Dyah Ayu dengan sebuah batu hitam yang menyerupai sebuah makam.

Dalam perjalanannya kemudian, di lokasi moksa sang putri itu lantas muncul mata air ajaib yang mengalir terus menerus dan berkhasiat awet muda dan menyembuhkan penyakit.

Umbul Kendat hingga kini sering dikunjungi oleh umat Hindu untuk melakukan upacara Tritayatra dan Dewa Yadna.

Umbul sendiri dalam bahasa Jawa berarti mata air. Pada perjalanannya kemudian, wilayah itu menjadi dua bagian dan masyarakat setempat menyebutnya dengan Umbul Dandang atau Panguripan dan Umbul Keroncong.

Disebut keroncong karena umbul itu menimbulkan suara seperti musik keroncong.

Demak yang sebelumnya Kadipaten dari Majapahit lantas dilegitimasi Raden Patah menjadi kekuatan baru yang mewarisi Kerajaan Majapahit. Raden Patah menjadi Sultan Kerajaan Islam Demak.

Uniknya, Raden Patah adalah putra dari Kertabumi sendiri (raja Majapahit terakhir) dari selirnya yang Cina bernama Siu Ban Ci. Jadi Raden Patah memiliki darah Cina, nama Cina nya adalah Jin Bun. Tidak heran lantas Raden Patah disebut juga dengan Senapati Jimbun.

Lantaran permaisuri Kertabumi, yaitu Ratu Dwarawati (yang berasal dari Campa) cemburu, maka Kertabumi mengirimkan Siu Ban Ci kepada Adipati nya di Palembang yaitu Arya Damar selagi Siu Ban Ci mengandung Raden Patah.

Setelah Raden Patah lahir, Arya Damar (Swan Liong) lantas menikahi Siu Ban Ci. Dari Arya Damar, Siu Ban Ci melahirkan Raden Kusen (Kin San).

Arya Damar alias Swan Liong adalah putra dari Purwasisesa (Brawijaya III) dari selir Cina nya.

Asal-usul Raden Patah di atas diambil berdasarkan kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong. Dan asal usul berkaitan dengan Raden Patah itu dibenarkan oleh Slamet Muljana (2005). Slamet Muljana bahkan mengatakan Babad Tanah Jawi sudah gegabah dengan mengidentifikasikan Raden Patah dan Arya Damar adalah saudara kandung,  berayah Brawijaya.

Kendati ada beberapa versi akan tetapi ada kesamaan bahwa pendiri Kerajaan Demak itu ada hubungannya dengan Majapahit, Palembang, Gresik, dan Cina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun