Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menhan Beri Penghargaan, Dulu Pro Indonesia Rela Harakiri demi NKRI, Luar Biasa

17 Desember 2020   09:01 Diperbarui: 17 Desember 2020   09:04 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Milisi pro Indonesia (tempo.co)


Siapa bilang pemerintah Indonesia tidak memperhatikan para pejuang, atau pun siapa saja mereka yang telah berjasa kepada negeri ini?

Dalam banyak hal mereka telah memberikan sumbangsihnya untuk bangsa dan negara. Tak terbatas untuk mempertahankan negara, namun bagi berbagai macam profesi, dari olahragawan, seniman, dan sebagainya yang sudah mengharumkan nama bangsa dan negara.

Berhubungan dengan itu, pada Selasa (15/12/2020), Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto secara simbolis memberikan penghargaan kepada para pejuang eks Timor Leste (dulu Timor Timur) yang sudah berkorban fisik dan psikologis demi NKRI.

Eurico Guterres, mantan Wakil Panglima Milisi Pro Indonesia, menjadi salah satu di antara 11.485 para pejuang eks Timor Timur yang mendapatkan penghargaan tersebut, di Lapangan Bhinneka Tunggal Ika, Kementerian Pertahanan.

Pemberian penghargaan ini berdasarkan Keputusan Menteri Pertahanan RI, dan dimaksudkan sebagai wujud perhatian pemerintah terhadap mereka yang berjuang mempertahankan NKRI.

Dalam kata sambutannya, Menhan Prabowo Subianto berharap dengan keputusan ini dapat mendorong semangat juang bela negara bagi semua komponen bangsa.

Khusus kepada eks Timor Timur, Prabowo juga meminta agar dapat terus mempertahankan ideologi Pancasila sebagai nilai-nilai bangsa.

Demikian Kantor Berita Antara memberitakan.

Mereka yang mengantongi penghargaan tadi telah ikut berjuang dan pro kepada RI dalam masa Indonesia mengklaim Timor Timur sebagai bagiannya, pada kurun 1975-1999.

Setelah Fretilin menyatakan kemerdekaannya dari Portugis yang telah menjajah Bumi Lorosae sejak abad ke 16, pada 28 Nopember 1975. Mereka belum sempat membentuk sebuah pemerintahan.

Kesempatan inilah yang dicuri militer Indonesia untuk menginvasi Timor Timur.

Didahului pasukan laut, menyusul pasukan udara, Kopassus mulai menginjakkan kakinya di Timor Timur pada 7 Desember 1975 (9 hari setelah 28 Nopember).

Baucau, kota kedua terbesar di Timor Timur menjadi kota pertama yang direbut oleh militer Indonesia. Mau tak mau Kopassus yang dibantu oleh APODETI dan UDT (Timor pro Indonesia) bentrok dengan Fretilin.

Ketika pasukan payung Indonesia diterjunkan untuk merebut Kota Dili, Fretilin kocar-kacir dan melarikan diri ke perbukitan di luar Kota Dili. Mereka lantas merencanakan perang gerilya dari sana.

Sydney Morning Herald saat itu memberitakan banyak wanita dan anak-anak yang ditembak mati di jalan-jalan. Fretilin menuding pasukan Indonesia yang melakukannya.

Akan tetapi Menteri Luar Negeri Indonesia saat itu, Adam Malik, mengatakan Fretilin hanya mengada-ada. Justru mereka lah yang melakukan pembunuhan itu, karena wanita dan anak-anak itu terkait dengan APODETI dan UDT yang pro Indonesia.

Banyak kematian yang diderita rakyat Timor Timur. Selain karena peperangan, juga karena kelaparan dan penyakit. Sekitar 200.000 orang rakyat Timor Timur tewas. Dan dunia mengklaim jika itu merupakan genosida terburuk yang terjadi di abad ke 20.

Pada 1976, resmi Bumi Lorosae diklaim sebagai propinsi Indonesia yang ke 27. Di sudut lain, sebagai bagian NKRI, sebenarnya Presiden ke 2 RI Soeharto saat itu sangat memanjakan "Si Anak Hilang". 

Banyak infrastruktur dibangun, dari jalan-jalan, bandar udara, sekolah-sekolah dan sebagainya.

Bahkan APBN juga ditambahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di sana.

Beberapa saat setelah Soeharto menghembuskan nafas terakhirnya, Uskup Dili Ximenes Belo mengatakan dari Portugis, sebenarnya rakyat Timor Timur tidak akan bisa melupakan jasa-jasa yang telah diberikan Soeharto kepada Timor Timur.

Ximenes Belo lantas mendapatkan Nobel Perdamaian, karena dia tidak melakukan perlawanan ketika Timor Timur diduduki Indonesia, tetapi dengan cara-cara damai.

Ximenes Belo juga turut mendampingi Soeharto ketika meresmikan Patung Kristus Raja, atau Cristo Rei. Patung setinggi 27 meter itu didirikan pada tahun 1996. Ini adalah patung kedua tertinggi di dunia setelah Patung Christ The Redemeer di Rio de Janeiro, Brasil setinggi 36 meter.

Angka 27 menunjukkan jika Timor Timur adalah propinsi Indonesia yang ke 27.

Patung yang dimiringkan Soeharto menghadap ke Jakarta, ibukota Indonesia itu, dengan demikian mengundang banyak kecaman dari komunitas Timor Timur.

Sayangnya, upaya Soeharto dengan maksud menyenangkan hati rakyat Timor Timur itu gagal. Melalui sebuah referendum, hampir 80 persen rakyat Timor Timur memilih untuk merdeka dari Indonesia.

Paska referendum itu, milisi pro Indonesia yang didukung Kopassus kembali memporak-porandakan Bumi Lorosae. Banyak warga yang dibunuh dan mengungsi. Mereka (pro Indonesia) bahkan dikabarkan rela harakiri jika mereka dianggap loyo dalam menjalankan tugasnya. Mereka menembak diri sendiri. Luar biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun