Perang Babad Jawa atau lebih populer disebut juga dengan Perang Diponegoro adalah perang legendaris dan paling banyak menelan korban di antara perang-perang lainnya di Indonesia.
Perang yang terjadi pada kurun 1825-1830 di Jawa itu menelan korban 8000 pasukan Belanda, 7000 pasukan pribumi dan 200.000 penduduk Jawa. Kerugian materi juga mencapai 25 juta Gulden.
Kendati Pangeran Harya Dipanegara beragama Islam, akan tetapi tahukah Anda jika pangeran yang dilahirkan di Ngayogyakarta Hadiningrat, 11 Nopember 1785 itu memiliki kegemaran minum anggur?
Hal tersebut diungkapkan oleh Peter Carey, seorang sejarawan Inggris yang mengkhususkan diri pada sejarah Indonesia modern, khususnya Jawa. Peter Carey (72) sendiri meneliti Diponegoro selama 30 tahun.
Dalam bukunya yang berjudul "Riwayat Pangeran Diponegoro", Peter Carey mengatakan Diponegoro sering minum anggur putih bersama orang-orang Eropa, namun tidak secara berlebihan.
Pangeran Diponegoro menafsirkan sendiri larangan minum anggur seperti apa yang tertulis di Al Qur'an. Menurutnya, anggur putih hanyalah sebagai obat penawar ketika mabuk akibat minum anggur merah.
Sebuah hal yang unik yang tidak diketahui publik.
Pangeran Diponegoro sendiri wafat pada 8 Januari 1855 (69) di Makassar.
Setidaknya ada dua peninggalan Pangeran Diponegoro yang melegenda dan disimpan di Museum Nasional RI, yaitu pelana kuda yang sering digunakan Diponegoro saat memimpin peperangan melawan Belanda, atau disebut juga dengan Kiai Gentayu. Dan satunya lagi adalah keris sakti kebanggaan Diponegoro yang disebut dengan Nogo Siluman.
Ketika Diponegoro ditangkap di Magelang pada Maret 1830, Nogo Siluman pun dirampas oleh Belanda dan pada perjalanannya lantas dimukimkan di negara Kincir Angin, Belanda.
Perampasan Nogo Siluman ini konon pertanda kekalahan Diponegoro dari Belanda.