Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kendati Muslim, Diponegoro Ternyata Gemar Minum Anggur Putih, Benarkah?

12 Desember 2020   09:01 Diperbarui: 12 Desember 2020   09:11 1518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pangeran Diponegoro (minews.com)


Perang Babad Jawa atau lebih populer disebut juga dengan Perang Diponegoro adalah perang legendaris dan paling banyak menelan korban di antara perang-perang lainnya di Indonesia.

Perang yang terjadi pada kurun 1825-1830 di Jawa itu menelan korban 8000 pasukan Belanda, 7000 pasukan pribumi dan 200.000 penduduk Jawa. Kerugian materi juga mencapai 25 juta Gulden.

Kendati Pangeran Harya Dipanegara beragama Islam, akan tetapi tahukah Anda jika pangeran yang dilahirkan di Ngayogyakarta Hadiningrat, 11 Nopember 1785 itu memiliki kegemaran minum anggur?

Hal tersebut diungkapkan oleh Peter Carey, seorang sejarawan Inggris yang mengkhususkan diri pada sejarah Indonesia modern, khususnya Jawa. Peter Carey (72) sendiri meneliti Diponegoro selama 30 tahun.

Dalam bukunya yang berjudul "Riwayat Pangeran Diponegoro", Peter Carey mengatakan Diponegoro sering minum anggur putih bersama orang-orang Eropa, namun tidak secara berlebihan.

Pangeran Diponegoro menafsirkan sendiri larangan minum anggur seperti apa yang tertulis di Al Qur'an. Menurutnya, anggur putih hanyalah sebagai obat penawar ketika mabuk akibat minum anggur merah.

Sebuah hal yang unik yang tidak diketahui publik.

Pangeran Diponegoro sendiri wafat pada 8 Januari 1855 (69) di Makassar.

Setidaknya ada dua peninggalan Pangeran Diponegoro yang melegenda dan disimpan di Museum Nasional RI, yaitu pelana kuda yang sering digunakan Diponegoro saat memimpin peperangan melawan Belanda, atau disebut juga dengan Kiai Gentayu. Dan satunya lagi adalah keris sakti kebanggaan Diponegoro yang disebut dengan Nogo Siluman.

Ketika Diponegoro ditangkap di Magelang pada Maret 1830, Nogo Siluman pun dirampas oleh Belanda dan pada perjalanannya lantas dimukimkan di negara Kincir Angin, Belanda.

Perampasan Nogo Siluman ini konon pertanda kekalahan Diponegoro dari Belanda.

Namun setelah tiga abad lebih, Nogo Siluman akhirnya dikembalikan ke Indonesia pada kesempatan kunjungan Raja Belanda Willem Alexander dan Ratu Maxima ke Indonesia Maret 2020 lalu.

Pada akhir Nopember lalu, Prabowo Subianto (Menteri Pertahanan RI) dengan didampingi oleh Peter Carey mengunjungi Museum Nasional RI khusus untuk melihat Nogo Siluman dan Kiai Gentayu. Prabowo Subianto memang salah seorang pengagum Diponegoro.

Beberapa waktu lalu beliau mengatakan jika dia ingin memindahkan makam Diponegoro dari Makassar ke tempat kelahirannya di Yogyakarta. Karena makam di Makassar itu terletak di tengah-tengah pasar.

Menurutnya tidak layak bagi pahlawan besar seperti Diponegoro dimakamkan seperti itu. "Tidak heroik," katanya.

Dalam kunjungannya ke Amerika Serikat Oktober lalu, Prabowo juga berkesempatan berfoto dengan latar belakang Pangeran Diponegoro di KBRI Washington DC.

Peter Carey sendiri lahir di Rangoon, Myanmar, 30 April 1948. Selain menulis tentang Jawa, dia juga menulis tentang Timor Timur dan Myanmar. Dia mengajar di Trinity College, Oxford (1979-2008). Buku-bukunya tentang Diponegoro antara lain Destiny: The Life of Prince Diponegoro of Yogyakarta, dan The Power of Prophecy.

Sebelum menerbitkan jurnalnya yang berjudul Indonesia di Cornell University, Peter Carey mengadakan penelitian terhadap komunitas Timor Timur di Lisbon dan Inggris.

Pangeran Diponegoro memang fenomenal. Apa pun kelanjutan sesudahnya masih saja ada cerita-cerita mistis di baliknya.

Seperti yang terjadi di Dusun Kasuran, Desa Margomulyo, Kabupaten Sleman, DIY Yogyakarta.

Di dusun itu sejak lama sudah ada pantangan tidur beralaskan kasur (yang dijejali kapas). Apabila dilanggar, maka akan terjadi malapetaka bagi pelakunya.

Kisah itu berawal dari sepasang suami-isteri yang bernama Kyai Kasur dan Nyai Kasur.

Pada masanya, Kyai Kasur bersikeras untuk ikut berperang dengan Pangeran Diponegoro. Namun Nyai Kasur melarangnya.

Dari perbedaan pendapat itu pada akhirnya suami istri itu berpisah. Karena perpisahan itu Dusun Kasuran menjadi terbagi dua, yaitu Dusun Kasur Wetan dan Dusun Kasur Kulon.

Lantas Kyai Kasur dan Nyai Kasur membuat sumpah yaitu tidak akan tidur beralaskan kasur sebelum cita-cita Pangeran Diponegoro terwujud.

Pantangan itu pun disebarluaskan kepada penduduk Dusun Kasuran. Dan mereka mentaati nya, kendati ada satu dua yang melanggar.

Suatu hari ada pendatang yang menyewa rumah di dusun itu dan tidur dengan kasur. Anehnya, pada setiap Jum'at di kasurnya kedapatan seekor ular yang melingkar.

Kasus lain terjadi pada tahun 1986. Ada seorang Brimob yang ditugaskan di sana. Dia membawa segala peralatan rumah tangga dan kasur untuk tidur. Brimob pun tidur di atas kasur.

Tak lama kemudian, anggota Brimob itu kedapatan sakit keras tanpa ada gejala-gejala dulu sebelumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun