Namun setelah tiga abad lebih, Nogo Siluman akhirnya dikembalikan ke Indonesia pada kesempatan kunjungan Raja Belanda Willem Alexander dan Ratu Maxima ke Indonesia Maret 2020 lalu.
Pada akhir Nopember lalu, Prabowo Subianto (Menteri Pertahanan RI) dengan didampingi oleh Peter Carey mengunjungi Museum Nasional RI khusus untuk melihat Nogo Siluman dan Kiai Gentayu. Prabowo Subianto memang salah seorang pengagum Diponegoro.
Beberapa waktu lalu beliau mengatakan jika dia ingin memindahkan makam Diponegoro dari Makassar ke tempat kelahirannya di Yogyakarta. Karena makam di Makassar itu terletak di tengah-tengah pasar.
Menurutnya tidak layak bagi pahlawan besar seperti Diponegoro dimakamkan seperti itu. "Tidak heroik," katanya.
Dalam kunjungannya ke Amerika Serikat Oktober lalu, Prabowo juga berkesempatan berfoto dengan latar belakang Pangeran Diponegoro di KBRI Washington DC.
Peter Carey sendiri lahir di Rangoon, Myanmar, 30 April 1948. Selain menulis tentang Jawa, dia juga menulis tentang Timor Timur dan Myanmar. Dia mengajar di Trinity College, Oxford (1979-2008). Buku-bukunya tentang Diponegoro antara lain Destiny: The Life of Prince Diponegoro of Yogyakarta, dan The Power of Prophecy.
Sebelum menerbitkan jurnalnya yang berjudul Indonesia di Cornell University, Peter Carey mengadakan penelitian terhadap komunitas Timor Timur di Lisbon dan Inggris.
Pangeran Diponegoro memang fenomenal. Apa pun kelanjutan sesudahnya masih saja ada cerita-cerita mistis di baliknya.
Seperti yang terjadi di Dusun Kasuran, Desa Margomulyo, Kabupaten Sleman, DIY Yogyakarta.
Di dusun itu sejak lama sudah ada pantangan tidur beralaskan kasur (yang dijejali kapas). Apabila dilanggar, maka akan terjadi malapetaka bagi pelakunya.
Kisah itu berawal dari sepasang suami-isteri yang bernama Kyai Kasur dan Nyai Kasur.