Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Timor Leste bagi Para Politisi Masih Jauh dari Cerita yang Selesai

22 November 2020   10:05 Diperbarui: 22 November 2020   10:13 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rakyat Timor Leste (nusadaily.com)


Bagi milenial Indonesia sekarang, mereka bukannya kurang perhatian kepada fakta sejarah Timor Leste (dahulu Timor Timur) yang pernah diduduki Indonesia selama dua lusin (24) tahun.

"Saya tidak tahu banyak tentang Timor Leste," kata Malvi (27 tahun), seorang pekerja kantoran. Bukannya tidak ingin tahu tentang wilayah yang pernah menjadi bagian NKRI ini, akan tetapi menurutnya ada banyak hal yang harus menjadi perhatian, misalnya kenaikan biaya hidup dan berbagai bentuk kejahatan yang harus diberantas di negara kita.

Sebagian milenial berbeda pandangan dengan para politisi, dimana mantan provinsi ke 27 Indonesia itu masihlah jauh dari kisah yang selesai.

Isu Timor Leste sempat mencuat ketika Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melakukan kunjungan ke AS medio Oktober 2020 untuk pertama kalinya sejak dua puluh tahun. Pentagon mulai memberikan visa kepada Prabowo.

Seperti diketahui, Prabowo ditolak pada awalnya berkunjung ke negara Paman Sam itu ketika dia akan menghadiri acara wisuda anaknya tahun 2000 di salah satu universitas di Boston, negara bagian Massachusetts.

Penolakan dengan alasan yang tidak dijelaskan, namun itu dapat dinilai jika mantan Danjen Kopassus itu tokoh pelanggar HAM dalam peristiwa Trisakti dan Timor Timur.

Ketika Prabowo kembali mendapatkan visa dua puluh tahun kemudian, dalam kunjungannya ke Amerika Serikat, Prabowo sempat mendapat kecaman dari berbagai LSM atas kasus HAM yang pernah dilakukannya, termasuk di Timor Timur.

Seperti diketahui, beberapa hari setelah Front Revolusi Kemerdekaan Timor Timur (Fretilin) mengumumkan kemerdekaan mereka dari Portugis pada 28 Nopember 1975, Indonesia bergerak cepat dengan mengirimkan militernya ke tanah yang disebut juga dengan Bumi Lorosae itu dengan tujuan mengklaim jika Timor Timur adalah miliknya.

Tak pelak bentrokan pun terjadi antara Fretilin dan militer Indonesia. Selanjutnya banyak korban jatuh oleh kekerasan yang dilakukan militer Indonesia. Bahkan orang-orang Timor Timur yang pro Indonesia juga ikut membantai rakyat di sana.

Ini terjadi beberapa saat setelah hampir 80 persen penduduk memilih untuk berdiri sendiri melalui sebuah referendum yang disponsori PBB.

1500 penduduk Timor Timur dibunuh dan 300.000 lainnya mengungsi ke Timor Barat. Banyak fasilitas dan infrastruktur yang hancur lebur oleh politik bumi hangus oleh orang-orang yang pro Indonesia dan militer Indonesia.

Bahkan jika dihitung-hitung selama dua lusin tahun (1975-1999) lebih dari 250.000 nyawa hilang yang disebabkan karena bentrokan, penyakit, dan kelaparan.

Tiga tahun setelah referendum, Timor Timur resmi diakui sebagai sebuah negara pada 20 Mei 2002.

Indonesia saat itu masih belum rela melepaskan Bumi Lorosae, mereka tidak ingin benar-benar melepaskan seluruhnya "Si Anak Hilang".

"Si Anak Hilang" julukan ini disebut Soeharto, Presiden RI ke 2, karena Timor Timur dijajah oleh Portugis, berbeda dengan mayoritas wilayah lainnya di Indonesia yang dipengaruhi Belanda.

Indonesia tenyata masih memperhitungkan aset-asetnya di Timor Timur. Dalam kesempatan kunjungan Presiden Timor Leste ke Indonesia pada 2 Juli 2002, Indonesia dengan serius membicarakan aset-asetnya yang masih tertinggal di Timor Leste. 

Aset-aset yang dimaksud adalah kabel telekomunikasi, fasilitas listrik, gedung perkantoran, jalan-jalan, sampai kepada aset pribadi.

Indonesia saat itu mendesak untuk diijinkan menurunkan tim untuk menghitung berapa nilai aset yang dibangun Indonesia selama kurun 1975-1999 masa pendudukan.

Bahkan Menteri Luar Negeri Indonesia saat itu, Hasan Wirayuda, mengatakan jika isu itu adalah isu utama yang dibicarakan dengan Presiden Timor Leste. Bukan sekali dua kali saja Indonesia membicarakan isu tersebut dengan Otoritas Transisi PBB di Timor Timur. Namun belum juga berhasil.

Sejumlah pihak menyebutkan jika klaim itu tidaklah masuk akal. Mereka menyebutkan jika Indonesia ingin mengalihkan isu pelanggaran HAM yang dilakukannya kepada rakyat Timor Timur.

Mereka beralasan, ketimbang memberikan aset kepada Timor Timur, Indonesia sudah jauh lebih banyak memberikan kerugian. Banyak penduduk Timor Timur yang mengalami kekerasan dan kehilangan nyawa dan sejumlah kerusakan lainnya.

Taufan, dari PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia), sebuah LSM di Jakarta, mengatakan isu untuk mengklaim aset-aset di Timor Timur adalah upaya para politisi yang ingin menghindari tanggungjawab pelanggaran HAM yang dilakukan di Timor Timur.

"Itu isu kurang penting. Klaim ini memalukan karena menunjukkan sifat kolonial di kalangan politisi Indonesia," kata Taufan.

Para aktivis LSM mengatakan pembantaian yang dilakukan Indonesia setelah referendum sudah merugikan Timor Timur senilai empat juta dolar AS. Bahkan jumlah itu belum termasuk apa yang diderita Timor Timur kurun 2 lusin tahun pendudukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun