Jakob kuliah di Perguruan Tinggi Publisistik Jakarta dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada hingga lulus tahun 1961.
Bersama Petrus Kanisius (PK) Ojong, Jakob mendirikan majalah Intisari pada tahun 1963.
Harian Kompas didirikannya bersama PK Ojong pada 28 Juni 1965.
Situasi menjadi tidak mudah selepas PK Ojong meninggal dunia pada tahun 1980, Jakob harus memikul pundak sendiri membangun Kompas.
Walaupun demikian, Kompas lantas berkembang pesat sampai ke bidang-bidang toko buku, perguruan tinggi, TV, hotel, percetakan, dsb.
Selain para tokoh negeri ini yang mengucapkan belasungkawa dan mengenang seorang Jakob Oetama, meninggalnya ayah dari dua anak ini menjadi trending topic di media sosial Twitter.
Berkat kiprah pengabdiannya, beliau mendapatkan Bintang Mahaputra Utama pada tahun 1973 dari pemerintah Indonesia dan mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa pada tahun 2003 dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Bagi saya sendiri, ketika pada suatu kesempatan jalan-jalan ke Toko Buku Gramedia Citra Land, saya sempat melihat dan tertarik dengan dengan buku biografi Jakob Oetama.
Dan dari koran Kompas yang setiap hari saya baca, di pojok atas dituliskan nama P.K. Ojong (1929-1980) dan Jakob Oetama sebagai pendiri Kompas.
Banyak sekali warisan yang ditinggalkan Bapak Jakob Oetama bagi orang-orang yang sekitarnya dan bagi bangsa Indonesia tercinta.
Seperti salah satunya diungkapkan oleh Dudi Soedibyo, mantan Direktur Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Kompas Gramedia. Dudi Soedibyo mengatakan Bapak Jakob selalu makan tepat waktu.