Dua hari libur nasional pada bulan Agustus ini menjadi hikmah tersendiri bagi sebagian orang.
17 Agustus adalah Hari Kemerdekaan RI, sedangkan tiga hari kemudian, 20 Agustus adalah Tahun Baru Islam 1442 H.
"Sebenarnya saya bebas pada 17 Agustus, tetapi saya mengambil hari yang bagus ini (20/8) untuk bebas, kendati bersyarat," mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani Sri Ratnaningsih.
Rina Iriani "memperpanjang" sendiri penahanannya tiga hari, karena 20 Agustus bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1442 H.
Berlainan dengan napi lainnya yang mendapatkan remisi karena Hari Kemerdekaan, kebebasan Rina (58 tahun) memang bertepatan dengan HUT ke 75 RI, yaitu 17 Agustus.
Begitu keluar dari LPP (Lapas Pemasyarakatan Perempuan) Kelas IIA Semarang pada sekitar pukul 8.45 WIB, Kamis (20/8/2020) mobil yang ditumpanginya langsung membawanya menuju ke rumahnya di Jalan Asoka, Karanganyar.
Ada dua keharuan selepas Rina keluar dari Lapas.
Dia dijemput Paryono, anggota DPR RI dari PDI-P.
Yang bersangkutan, Paryono adalah wakil bupati yang mendampingi Rina selama dua periode.
"Ini adalah bentuk penghormatan, kekeluargaan, dan kedekatan saya kepada ibu Rina," tutur Paryono.
Apa reaksi Rina?
Ternyata Rina benar-benar merasa terharu dengan keloyalitasan Paryono. Rina dari dulu memang ingin dijemput Paryono suatu saat ketika dia akan keluar dari Lapas.
"Beberapa kali dia mengunjungi saya ketika di tahanan. 1 Muharam ini hari istimewa. Kami sudah berjanji jika saya keluar saya ingin bersamanya," tutur Rina.
Keharuan Rina yang kedua terjadi ketika dia melihat beberapa pejabat Pemkab dan kerabat dekatnya menyambut kepulangannya. Tak lupa dia pun mengucapkan terimakasih kepada semua yang menyambutnya.
Siapakah Rina Iriani ini?
Dr. Hj. Rina Iriani Sri Ratnaningsih, S.Pd., M.Hum adalah seorang wanita kelahiran Karanganyar, 3 Juni 1962. Dia merupakan wanita pertama se Karesidenan Surakarta yang menjabat bupati.
Karena Rina seorang pengusaha juga, maka dia digadang-gadang sebagai bupati terkaya se Indonesia. Kekayaannya ditaksir Rp 55 miliar.
Ibu dari tiga orang anak ini menjadi bupati Karanganyar pada kurun 2003-2008. Pada 17 Juli 2008 dia mengundurkan diri dari jabatannya itu karena ingin maju lagi ke pemilihan berikutnya.
Dan keinginannya pun berhasil. Mendapatkan suara 63 persen, Rina terpilih lagi menjadi bupati. Jadi dia menjabat bupati Karanganyar dalam dua periode (2003-2008 dan 2008-2013).
Perjalanannya mendekam di Lapas Wanita Bulu Semarang itu berawal dari ditetapkannya Rina oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan dana bantuan subsidi dari Kementerian Perumahan Rakyat untuk pembangunan Perumahan Griya Asri Lawu.
Dari subsidi Rp 18,4 miliar, Rina menikmati uang negara untuk kepentingan pribadinya sebesar Rp 11,1 miliar. Karena masih berstatus sebagai tersangka, dan belum terdakwa, Rina jabatannya sebagai bupati ketika itu belum dicopot.
Setelah kasusnya dibawa ke meja hijau, Rina divonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Semarang.
Tidak terima dengan keputusan ini, Rina menggunakan haknya dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Alih-alih diringankan, hukuman Rina justru ditambah menjadi 12 tahun penjara.
Tidak berhenti sampai di situ, Rina kembali menggunakan haknya dengan mengajukan PK (Peninjauan Kembali). Upayanya tak sia-sia karena hukumannya lantas dikurangi menjadi 9 tahun.
Hukuman Rina akhirnya menjadi 6 tahun setelah dia mendapatkan remisi. Remisi diberikan karena Rina membayar denda Rp 500 juta dan uang pengganti sebesar Rp 7,8 miliar.
Ketika ditanyakan apa yang akan dilakukannya setelah menghirup udara segar ini, Rina mengatakan dia masih ingin mengabdi untuk masyarakat.
"Mendekatkan diri kepada Allah dan saya masih punya semangat untuk mengabdi kepada masyarakat. Banyak hikmah yang bisa diambil dari peristiwa ini," katanya.
Penasehat hukum Rina, Bonafentura Loly, mengatakan tidak ada persiapan khusus yang akan dilakukan selepas kebebasan kliennya. Itu adalah jawaban dari pertanyaan yang diajukan Pos Radar Solo kepada Loly.
Namun yang jelas, ada satu yang dikerjakan Rina selepas dia bebas.
Radar Pos Solo melaporkan Rina langsung menghibahkan tanah seluas 600 meter dan bangunan Mesjid Al Maming untuk dikelola oleh masyarakat.
Selama ini bangunan yang berlokasi dekat dengan rumah Rina itu digunakan untuk kegiatan keagamaan.
Sebenarnya sudah sejak lama Rina ingin menghibahkan bangunan itu, tetapi kasus hukum yang menjeratnya terpaksa ditunda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H