Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Bulu Tangkis yang Menemani 75 Tahun Kemerdekaan Indonesia

19 Agustus 2020   09:38 Diperbarui: 19 Agustus 2020   09:45 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Berkibar lah benderaku

Lambang suci gagah perwira

Di seluruh pantai Indonesia

Kau tetap pujaan bangsa

Berkibar lah selama-lamanya

Itu salah satu syair dari lagu Berkibar lah Benderaku karya Ibu Sud.

Kerap mendengar, tentu kita sudah mengenal lagu penyemangat ini, apalagi di suasana kemerdekaan seperti sekarang ini.

Sejak Dwitunggal Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, enam tahun kemudian lahirlah PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia), induk olahraga yang menaungi olahraga tepak bulu.

Beberapa sumber mengatakan olahraga bulutangkis sudah datang ke tanah air pada jaman kolonial Belanda, olahraga ini menjadi populer di Indonesia sejak Indonesia secara tak diduga merebut Piala Thomas, lambang supremasi bulutangkis pria.

Sejak digelar 1949, edisi pertama hingga edisi ketiga Piala Thomas ini disebut Malaysia (saat itu masih bernama Malaya).

Indonesia sendiri sampai sekarang masih pemegang rekor terbanyak memperoleh Piala Thomas yaitu 13 kali, 1958 berada di hitungan pertama.

Pada tahun itu, Indonesia merebut Piala Thomas dari Malaya. Tim Thomas Indonesia saat itu diperkuat antara lain oleh Tan Joe Hok. 

Tan Joe Hok ini (kelahiran Bandung, 11 Agustus 1937), setahun kemudian (1959), juga mencatatkan namanya menjadi orang Indonesia pertama yang menjadi juara All England. Di final kala itu Tan Joe Hok mengalahkan rekan senegaranya sendiri, Ferry Sonneville.

Rudy Hartono, legenda bulutangkis dunia, asal asal Indonesia mengatakan direbutnya Piala Thomas untuk pertama kalinya dari Malaysia pada 1958 itu adalah cikal bakal berkembangnya olahraga tepak bulu ini di Indonesia.

Bahkan Rudy mengatakan ayahnya termotivasi untuk mendidik dirinya bermain bulutangkis semenjak Piala Thomas direbut untuk pertama kalinya oleh Indonesia.

Siapa yang tak kenal dengan Rudy Hartono?

Rudy Hartono merupakan orang Indonesia pertama yang mencatatkan namanya di Guinness World of Book Records sebagai juara tunggal putra All England, sebanyak 8 kali.

Hingga kini rekor itu belum terpecahkan.

Dunia internasional pun terheran-heran pada orang-orang Indonesia, bahkan mereka mengatakan bahwa orang Indonesia itu "gila badminton".

Segudang prestasi diraih para atlet bulutangkis dari berbagai ajang baik perorangan atau pun beregu.

Ada ibarat yang mengatakan jika Indonesia itu badminton atau Bali (tempat wisata).

Beberapa saat lalu koran yang berbasis di New York, New York Times, menyebutkan dan memuji Indonesia akan kehebatannya bermain tepak bulu dari generasi ke generasi.

"Saya setuju dengan New York Times yang mengatakan Indonesia negaranya badminton. Sekarang kalau orang menyebut Indonesia, mereka langsung mengingat Bali, lalu badminton," kata Susy Susanti.

"Tepat sekali tulisan itu, jika menyebut badminton, di situ Indonesia. Jika menyebut Indonesia, di situ badminton," tutur Susy.

Susy Susanti yang sekarang Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI adalah pahlawan bulutangkis Indonesia baik di Piala Uber maupun perorangan.

Wanita kelahiran Tasikmalaya, 11 Pebruari 1979 (49 tahun) ini adalah peraih medali emas pertama Indonesia dari Olimpiade sepanjang keperseterean Indonesia di ajang akbar empat tahunan itu.

Susy merebutnya dari nomor tunggal putri di Olimpiade Barcelona 1992. Hanya dalam hitungan jam kemudian, Indonesia memperoleh medali emas kedua dari nomor tunggal putra atas nama Alan Budikusuma.

Susy dan Alan lantas dijuluki media internasional sebagai "pengantin emas Olimpiade". Alan dan Susy yang saat itu masih berstatus pacaran lantas membina rumah tangga dan dikaruniai 3 orang anak.

"Masuk Guinness dan juga dibuatkan patung lilin. Orang Indonesia terbatas dibuatkan patung lilin, jika olahraga ya hanya saya," kata Rudy Hartono, kelahiran Surabaya, 18 Agustus 1949 (71 tahun).

Unik memang, tanggal kelahiran Rudy Hartono yang 18 Agustus cuma terpaut satu hari dari tanggal proklamasi RI yang 17 Agustus.

Fakta, jika olahraga tepak bulu di Indonesia ini tidak saja berhenti di generasi awal-awal saja, tapi terus berlanjut hingga kekinian.

Senada dengan apa yang dikatakan Susy Susanti, keberhasilan regenerasi tepak bulu ini dikarenakan olahraga sudah merakyat di Indonesia.

"Sejelek-jelek nya, regenerasi badminton terus berjalan. Kendati ada penurunan prestasi. Dimana sekarang ada Cina, Denmark," lanjut Susy.

Jika diperhatikan, memang ada penurunan prestasi dalam satu dekade terakhir ini, Rudy Hartono sendiri mengaku sedih melihat situasi ini.

"Sekarang Indonesia dibungkam, saya ingin kembali Indonesia berjaya," kisah Rudy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun