Akan tetapi jumlah vonis itu diperberat menjadi 7 tahun dan Rp 300 juta oleh Mahkamah Agung.
Kasus kedua yang menjerat pria berdarah Pakistan itu adalah kasus gratifikasi dan pencucian uang.
Pada 2016 Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 6 tahun bui dan denda Rp 1 miliar.
Penjatuhan vonis tersebut di atas tentunya dipertimbangkan beberapa perilaku Nazaruddin baik yang memperberat dan memperingan hukuman.
Yang memperberat adalah yang bersangkutan tidak mendukung program korupsi dan jumlah nominal uang yang dikorupsi dalam jumlah besar.
Sedangkan yang meringankan adalah yang bersangkutan mempunyai tanggungan keluarga, pernah dijatuhi hukuman korupsi, dan Justice Collaborator.
Yang bersangkutan, Nazaruddin adalah anak ke 5 dari tujuh bersaudara keluarga ayah Muhammad Latif Khan dan ibu Aminah, yang keduanya warga keturunan Pakistan.
Semula keluarganya di Sumatera Utara mempunyai usaha yang cukup berhasil. Namun usaha itu mulai mengalami penurunan setelah ayahnya meninggal pada tahun 1993 dan menyusul ibunya pada tahun 1998.
Selepas SMA, pemuda Nazaruddin mulai merantau dan dia berhasil mendirikan sejumlah perusahaan di Riau yang bergerak di berbagai bidang usaha.
Kepada LHKPN Nazaruddin tercatat memiliki harta Rp 112 miliar pada 2010 dan jumlah itu dicatat oleh KPK. Namun jumlah itu berbeda dengan pernyataan Kuasa Hukum Nazaruddin, O.C. Kaligis.
O.C. Kaligis menyatakan kekayaan kliennya sebelum menjadi anggota DPR adalah sebesar Rp 150 miliar. Kejayaan tersebut berasal dari sejumlah perusahaan yang dimiliki kliennya.