Kaos anyar "3" yang mulai dipakai mulai awal bulan Juli 2020 ini memang dilabeli "Made in Indonesia".
Menurut kabar, kontributornya, Nike, memang sengaja memilih Indonesia untuk pembuatan jersey tersebut karena upah pekerjanya yang lebih murah dibandingkan dengan upah pekerja di negara-negara lainnya.
Nike, asal Amerika Serikat, ini juga memproduksi kaos klub tersohor Eropa lainnya di Indonesia.
Begitu pun dengan appareal New Balance untuk jersey Liverpool.
Membaca kalau jersey "The Reds" dibuat di Indonesia, kebingungan saya menjadi terjawab. Pasalnya, saya banyak melihat jersey-jersey Liverpool ini di banyak tempat di Indonesia.
Saya pun sempat membeli jersey "The Reds" dengan harga yang jauh lebih murah. Barangkali harga kaos yang saya beli belum termasuk pajak impor?
Ada kabar yang sedikit menggembirakan. Anggota serikat buruh di Indonesia mengatakan kalau kedua appareal itu (Nike dan New Balance) akan menaikkan upah pekerja sebesar 10 persen dari upah yang sekarang.
Apakah kenaikan itu bermanfaat untuk buruh?
The Guardian melaporkan kalau pihak Nike mengklaim jika pihaknya sudah mengikuti standar upah buruh di Indonesia maupun Thailand. Lebih lanjut, The Guardian melaporkan juga jika Nike tidak mau merinci tingkat upah yang diterima para pekerja itu.
The Guardian pula melaporkan bahwa 80 persen pekerja garmen di Indonesia adalah wanita dengan penghasilan per bulannya tidak lebih dari 200 poundsterling (Rp 3.600.000).
Suatu jumlah yang tidak manusiawi, bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.