Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hati-hati, "Konsumen" Penggandaan Uang Juga Bisa Dipidana

19 Juni 2020   09:02 Diperbarui: 19 Juni 2020   09:08 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kanjeng Dimas Taat Pribadi (m.bangsaonline.com)

Keinginan untuk memperoleh uang banyak dengan mudah dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk melakukan penipuan, seperti menggandakan uang.

Pada tahun 2016 lalu Kanjeng Dimas Taat Pribadi harus masuk bui karena dia melakukan penipuan dengan iming-iming menggandakan uang.

Pelaku penggandaan uang dikenakan hukuman, namun ada pasal KUHP yang menafsirkan bahwa "konsumen" penggandaan uang juga dapat dijerat dengan hukum pidana.

Sebelum tibanya Hari H digelarnya Pilkada serentak yang diwacanakan pada tahun ini ada kejadian penipuan terhadap seorang yang akan maju dalam Pilkada mendatang.

Detik.com memberitakan Bacabup (Bakal calon bupati) Sorong Selatan Yunus Saflembo ditemukan pingsan di Sukabumi, Jawa Barat.

Dugaan mengarah bahwa Yunus dibius oleh dukun yang bisa melakukan praktek penggandaan uang. Uang Rp 100 juta yang rencananya akan digandakan itu pun raib dibawa kabur dukun itu.

Seusai sadar, Yunus membantah kedatangannya ke Sukabumi itu untuk menggandakan uang. Pria berusia 50 tahun ini menceritakan pas dia Jakarta, Pemda DKI menerapkan aturan PSBB, sebenarnya dia ingin pulang ke Sorong.

"Selama di Jakarta saya benar-benar stres, saya ingin balik ke Sorong, tapi tertahan karena PSBB, saya ingin menggandakan seluruh potensi yang ada di Sorong," tuturnya, Rabu (17/6/2020).

Yunus mengatakan kunjungannya ke Sukabumi adalah untuk melihat potensi-potensi yang ada di Curug Pareang. 

Yunus ingin melihat-lihat soal pariwisata, perikanan darat, perkebunan, dan sebagainya sebagai studi banding dengan daerahnya (Kabupaten Sorong Selatan, Papua).

Keterangan dari Yunus itu sekaligus membantah kabar kalau dia datang ke Sukabumi dengan maksud menggandakan uang ke seorang dukun, tepatnya di Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi.

Kapolsek Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi, AKP Usep Nurdin, menjelaskan kronologi Yunus sehingga mengalami pembiusan di wilayahnya.

Yunus menjadi korban penipuan praktek penggandaan uang yang dilakukan oleh seorang dukun.

Dari Jakarta, Yunus ke Bogor menemui sepasang suami istri. 

Oleh pasutri itu, Yunus dirujuk untuk ke Sukabumi menggandakan uang, dari seratus juta rupiah menjadi miliaran.

AKP Usep memperoleh informasi tersebut berdasarkan keterangan dari Atok. Yang bersangkutan adalah supir rental yang mengantarkan Yunus ke tempat kejadian.

Uang sebesar Rp 100 juta itu raib dibawa sang dukun, sedangkan Yunus bersama tiga orang lain yang menyertainya ditemukan pingsan karena dibius. Atok menunggu di mobil.

Keterangan dari pihak kepolisian itulah yang dibantah Yunus, Yunus tidak tahu siapa yang menyebarkan informasi dan itu ditudingnya mereka mau menyudutkan dirinya, karena statusnya saat ini yang mau maju di Pilkada Kabupaten Sorong Selatan.

Ketika ditanyakan informasi tersebut berasal dari supir yang membawanya, Yunus menyatakan Atok itu salah dengar.

"Saya hanya ingin studi banding bagaimana menggandakan kinerja untuk membangun Sorong Selatan," tuturnya.

Pasal 378 Kitab Undang Undang Hukum Pidana ditafsirkan sebagai pelaku maupun "konsumen" penggandaan uang dapat dipidana.

Pilkada sebaiknya digelar tahun ini

Walau saat ini seluruh dunia, termasuk Indonesia, tengah mengalami musibah yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, yaitu pandemi Covid-19, akan tetapi Pilkada serentak yang sempat ditunda jadwalnya mau tak mau harus digelar pada tahun ini juga.

Penetapan Pilkada serentak di 270 daerah Indonesia pada 9 Desember 2020 bukan tanpa perhitungan yang matang.

Sebagian besar 270 kepala daerah di tanah air akan habis masa jabatannya pada tahun 2021.

Memang mungkin saja dapat digantikan oleh plt (pelaksana tugas) kepala daerah, tetapi kita harus melanjutkan sistem kenegaraan kita.

Pada saat sekarang ini Indonesia sudah bergerak ke arah normal baru, maka mau tidak mau Pilkada harus dilangsungkan, karena tidak ada yang tahu kapan wabah korona akan berakhir, 3 atau 4 tahun lagi?

Bahtiar, plt Dirjen Politik Pemerintahan Umum Kemendagri, mengatakan pemerintah sudah menghabiskan Rp 5 triliun dari wacana tahapan pelaksanaan Pilkada serentak tersebut.

"Maka sisa tahapan harus dilanjutkan," katanya.

Gugus tugas percepatan penanggulangan korona juga sudah memberikan dukungan pelaksanaan Pilkada diperbolehkan dengan persyaratan protokol kesehatan tidak boleh dilanggar.

Yunus Saflembo yang diduga dibius dukun pengganda uang di atas juga termasuk salah satu dari 270 daerah yang bakal ikut maju menggelar Pilkada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun