Kematian penyanyi legendaris campursari Didi Kempot mengejutkan para penggemarnya. Didi Kempot meninggal dalam usia 53 tahun karena henti jantung.
"Masuk IGD pukul 07.25 setelah dilakukan resusitasi, pasien tidak tertolong, meninggal pukul 7.45. Henti jantung," kata Divan Fernandez, asisten manajer Rumah Sakit Ibu Solo, Selasa (5/5/2020).
Dunia medis mengatakan henti jantung dan serangan jantung adalah berbeda.
Henti jantung atau disebut juga henti jantung mendadak diakibatkan karena adanya gangguan dari sistem listrik di jantung yang ditandai hilangnya kesadaran dengan tiba-tiba pada pasien, serta napas dan fungsi jantung berhenti.
Henti jantung atau cardiac sudden arrest menurut dr Ivan Noersyid, SpJP, dari Primaya Hospital Bekasi, terjadi karena impuls-impuls listrik yang diperlukan otot jantung tidak berdetak dengan baik.
Kondisi cardiac sudden arrest ini perlu penanganan secepatnya karena henti jantung mendadak ini dapat mengakibatkan kerusakan otot permanen hingga kematian.Â
Pertolongan yang dimaksud di antaranya adalah dengan cara kejut jantung atau dengan CPR. Kalau ada gunakanlah AED atau alat kejut jantung otomatis, sembari menunggu ambulans datang.
Kalau serangan jantung disebabkan karena aliran darah di pembuluh jantung tersumbat, sedangkan cardiac sudden arrest disebabkan karena gangguan irama jantung.
Gangguan irama jantung (ventrikel fibrilasi) ini kondisi dimana jantung bukannya berdenyut untuk memompa darah, tapi hanya bergetar saja. Sehingga jantung berhenti mendadak seperti yang dialami oleh Didi Kempot.
Gejala-gejala seseorang akan mengalami henti jantung adalah sesak napas, jantung berdebar, nyeri dada, merasa cepat lelah, muntah, dan pusing.
Beberapa hari atau minggu setelah mengalami gejala-gejala tersebut orang itu akan hilang kesadaran, berhenti bernafas, dan mengalami henti jantung mendadak.
Cardiac sudden arrest ini sangat besar risikonya terjadi pada orang-orang yang memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, seperti sindrom Marfan, penyakit jantung bawaan, gangguan valvular jantung, kardiomiopati (jantung membesar), dan PJK (penyakit arteri koroner).
Faktor-faktor lain seseorang berisiko mengalami henti jantung mendadak selain mempunyai riwayat penyakit jantung, adalah diabetes, berat badan tidak ideal, jarang bergerak, merokok, dan berusia di atas 45 tahun (bagi pria) dan 56 tahun (bagi wanita).
Dr Ivan menjelaskan semakin lama penanganan orang yang henti jantung, maka akan semakin banyak otot jantung yang mati.
Dr Ivan juga mengatakan henti jantung ini dapat disebabkan karena dehidrasi atau kekurangan cairan.Â
Orang yang akan henti jantung mengalami tahapan-tahapan mulai dari kematian otot-otot jantung.
Menurutnya, bagian-bagian otot jantung akan mati setiap empat menit sekali. "Semakin lama ditangani, akan kian banyak otot-otot jantung yang mati," tuturnya, Kamis (7/5/2020).
"Jika tidak segera ditangani akan berakibat fatal," katanya.
Tenaga medis umumnya akan memantau irama jantung orang yang henti jantung dengan alat yang dinamakan EKG (elektrokardiogram).Â
Tindakan darurat untuk orang yang henti jantung adalah dengan CPR (cardiopulmonary resuscitation), atau juga dikenal dengan istilah RJP (Resusitasi Jantung Paru).
Tenaga medis juga akan melakukan setrum jantung atau defibrilasi.
Jika usia Anda sudah berkepala 4, maka berhati-hatilah.
Hal tersebut dijelaskan oleh Prof dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Menurut Ari keluhan-keluhan yang muncul pada seseorang berusia di atas 40 tahun harus segera diantisipasi dengan mementingkan check up kesehatan.Â
Dr Ari mencontohkan keluhan-keluhan itu. Saat seseorang mengalami sesak napas tanpa atau dengan disertai nyeri dada. Sehingga karenanya orang itu mengalami keluhan saat berjalan jauh, saat naik tangga, dan aktivitas lainnya.
Menurut Ari, keluhan-keluhan itu harus dicurigai adanya gangguan pada jantung.
Tanpa adanya check up akan banyak gangguan kesehatan yang sukar dideteksi.
Jika timbul pertanyaan kapan harus ke dokter untuk antisipasi sebaik-baiknya dalam mencegah henti jantung mendadak, maka jawabannya adalah ketika orang itu mengalami gejala-gejala seperti yang disebutkan di atas (beberapa hari atau minggu sebelum orang itu hilang kesadaran atau berhenti bernapas).
Sesak napas. Jantung berdebar. Nyeri dada. Merasa cepat lelah. Muntah. Dan pusing.
Itulah saat yang tepat seseorang harus segera ke dokter.
Walaupun orang yang mempunyai riwayat penyakit jantung lebih rentan terkena henti jantung, akan tetapi siapapun orangnya tindakan berjaga-jaga sangat penting dilakukan untuk mencegah risiko.
Tindakan-tindakan itu adalah check up secara rutin, jangan minum minuman beralkohol, mengelola stres dengan baik, bergerak/berolahraga dengan teratur, jangan makan makanan yang tinggi garam dan tinggi lemak.
Selain itu juga hindari obesitas/menjaga berat badan ideal, dan jangan merokok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H