Cardiac sudden arrest ini sangat besar risikonya terjadi pada orang-orang yang memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, seperti sindrom Marfan, penyakit jantung bawaan, gangguan valvular jantung, kardiomiopati (jantung membesar), dan PJK (penyakit arteri koroner).
Faktor-faktor lain seseorang berisiko mengalami henti jantung mendadak selain mempunyai riwayat penyakit jantung, adalah diabetes, berat badan tidak ideal, jarang bergerak, merokok, dan berusia di atas 45 tahun (bagi pria) dan 56 tahun (bagi wanita).
Dr Ivan menjelaskan semakin lama penanganan orang yang henti jantung, maka akan semakin banyak otot jantung yang mati.
Dr Ivan juga mengatakan henti jantung ini dapat disebabkan karena dehidrasi atau kekurangan cairan.Â
Orang yang akan henti jantung mengalami tahapan-tahapan mulai dari kematian otot-otot jantung.
Menurutnya, bagian-bagian otot jantung akan mati setiap empat menit sekali. "Semakin lama ditangani, akan kian banyak otot-otot jantung yang mati," tuturnya, Kamis (7/5/2020).
"Jika tidak segera ditangani akan berakibat fatal," katanya.
Tenaga medis umumnya akan memantau irama jantung orang yang henti jantung dengan alat yang dinamakan EKG (elektrokardiogram).Â
Tindakan darurat untuk orang yang henti jantung adalah dengan CPR (cardiopulmonary resuscitation), atau juga dikenal dengan istilah RJP (Resusitasi Jantung Paru).
Tenaga medis juga akan melakukan setrum jantung atau defibrilasi.
Jika usia Anda sudah berkepala 4, maka berhati-hatilah.