Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Sawahlunto, "Little Dutch" yang Jadi Situs UNESCO

20 April 2020   08:38 Diperbarui: 20 April 2020   08:38 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pada tanggal 6 April 2019, Kota Sawahlunto, sebuah kota yang terletak di propinsi Sumatera Barat akhirnya resmi ditetapkan UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) sebagai warisan dunia.

Kota yang terletak sekitar 95 kilometer sebelah timur laut Padang, ibukota Sumatera Barat, itu mempunyai keunggulan dari sektor pariwisata.

Di kota yang yang dikelilingi oleh tiga kabupaten itu (Sijunjung, Solok, dan Tanah Datar) wisatawan lokal maupun mancanegara dapat melakukan Napak Tilas di areal bekas pertambangan yang didirikan pada masa kolonial Hindia Belanda.

Selain unggulan tersebut, Sawahlunto juga memiliki tiga danau, masing-masing Danau Tandikek, Danau Danau Tanah Hitam, dan Danau Kandi. Menariknya ketiga danau tersebut terbentuk dari bekas galian pertambangan batubara juga.

Selain Resort Wisata Kandi itu, Sawahlunto juga mempunyai kebun binatang dengan luasnya 40 hektar. Sawahlunto, yang didirikan pada 1888 itu juga mempunyai Waterboom Sawahlunto, tempat rekreasi wahana keluarga.

Seperti diketahui, sekarang dunia internasional sedang kelimpungan karena diberondong oleh wabah virus korona yang sudah menjadi pandemi dunia, termasuk di Indonesia.

Propinsi Sumatera Barat tak pelak ikut terdampak virus misterius yang berasal dari Wuhan di Cina tersebut.

Nyatanya, Sawahlunto kini sudah tidak lagi didatangi wisatawan, apalagi dari mancanegara.

"Kebetulan, semua tempat wisata di sini memang sudah ditutup," kata walikota Sawahlunto Deri Asta, Sabtu (18/4/2020)

Menurut Deri, turis tidak datang ke kotanya karena khawatir, dan kebetulan semua wisata tambang di wilayah kekuasaannya ditutup sementara. Tentu dalam rangkaian upaya memutus rantai penularan virus Covid-19.

Terlebih setelah kota yang dijuluki "Kota Kuali" ini masuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO, banyak wisatawan berkunjung ke sana sebelum terjadinya pandemi yang mengguncang dunia.

"Little Dutch" demikian pemerintah kolonial Belanda menjuluki kota yang terletak di ketinggian 250-650 meter tersebut.

Jika Anda berkunjung ke sana, Anda akan menemui gedung-gedung bernuansa khas Eropa, sehingga suasana pun rasanya seperti di benua biru itu.

Willem Hendrik de Grave, seorang insinyur ahli geologi jebolan Akademi Delft ditugaskan Kerajaan Belanda untuk melakukan penelitian di wilayah koloni Belanda, termasuk Indonesia. Pria kelahiran Franeker, 15 April 1840 tersebut ditugaskan di Sawahlunto dan Ombilin.

De Grave sendiri lantas meninggal dalam usia muda, 32 tahun, karena mengalami kecelakaan di Sungai Kuantan pada tahun 1872.

Setelah insinyur tersebut meninggal, hasil penelitiannya di Sawahlunto kemudian dipublikasikan.

Setelah melihat hasil penelitian tersebut, pemerintah Kerajaan Belanda mulai memutuskan untuk membuka dan mengekploitasi batu bara di "Little Dutch".

Infrastruktur pun mulai dibangun. Pelabuhan, rel kereta, dan jalan.

Pembangunan infrastruktur untuk mengangkut batubara itu juga termasuk pembangunan rumah-rumah untuk pegawai dan buruh, kantor-kantor, pembangkit uap dan tenaga listrik, gedung-gedung hiburan, dan gereja-gereja.

Nuansa pembangunan di Sawahlunto itu dibangun sesuai dengan kota-kota di Belanda agar orang-orang dari Negeri Kincir Angin yang bekerja di sana betah dan kerasan seperti di kampung halamannya sendiri.

Sesudah dibangun, "Little Dutch" menjadi terkenal ke seluruh Eropa dan mendorong lahirnya revolusi industri di Benua Biru tersebut dengan pasokan batubaranya yang mencapai sekian ribu ton. Dengan menggunakan kapal laut.

Belanda merubah Sawahlunto yang dulunya terpencil menjadi kota industri. Dalam usianya yang sudah lebih dari satu abad, pertambangan batubara di sana kini dikelola oleh PT Bukit Asam Tbk.

Sawahlunto kini berkembang dan menjadi salah satu kota tua terbaik di Indonesia.

Berdasarkan komite khususnya yang berjumlah 20 orang, UNESCO memilih dan menetapkan Tambang Sawahlunto menjadi situs warisan dunia pada acara annual meeting ke 34 organisasi itu, 30 Juni - 10 Juli 2019.

Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto menjadi warisan dunia ke 9 Indonesia.

Sebelumnya Indonesia memiliki 8 warisan dunia (empat kategori alam dan empat kategori budaya). 

Empat warisan dunia kategori alam yang ditetapkan UNESCO itu adalah: Hutan Hujan Tropis Sumatera pada 2004, Taman Nasional Lorentz pada 1999, Taman Nasional Komodo (1991), dan Taman Nasional Ujung Kulon (1991).

Sedangkan empat warisan dunia kategori budaya adalah: Sistem Subak di Bali (2012), Situs Manusia Purba Sangiran pada 1996, Candi Prambanan (1991), dan kompleks Candi Borobudur pada 1991.

Walikota Sawahlunto Deri Asta berharap wabah korona segera berakhir agar bisa kembali menjalankan aktivitas dengan normal. Dan dengan demikian aktivitas pariwisata dan berbagai penunjang lainnya menjadi bergairah lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun