"Sejak jaman nenek moyang, baru kali ini kami dilarang ke gereja," kata Korinus Simbala.
Korinus Simbala merupakan salah seorang anggota jemaat gereja GMIT (Gereja Masehi Injili di Timor).
Sehubungan dengan jatuhnya Jum'at Agung atau lebih dikenal dengan perayaan Paskah yang pada tahun ini jatuh pada 10 April, pendeta GMIT, Frans Nahak, harus putar otak bagaimana caranya agar para jemaatnya di Amanuban, Kabupaten Timor Tengah Selatan, mau beribadah merayakan paskah di rumah masing-masing.
Disebutkan, penduduk Kristen di wilayah itu sangat ketat dan sudah menjadi tradisi setiap hari raya Paskah melakukan berbagai prosesi untuk mengingat sengsara Yesus sampai kepada wafatnya di atas kayu salib. Prosesi jalan salib, dsb.
Frans Nahak mengatakan imbauan untuk tidak melakukan perayaan Jum'at Agung diluar ini mendapat tentangan dari warga beragama Kristen anggota jemaat di sana.
Banyak dari mereka yang menuduh Nahak sebagai "kurang iman". "Bahkan ada beberapa yang datang ke gereja, walaupun sudah dilarang," tutur Nahak.
Nahak memaklumi situasi ini. Menurutnya, warga di sana tidak memiliki akses internet, yang berdampak mereka tidak mengetahui berita-berita apa pun yang terjadi, dan warga juga buta aksara.
Ada sebagian yang bahkan meminta bukti ada virus korona.
"Mati di gereja juga tidak apa-apa," Nahak menirukan perkataan mereka.
Ketua sinode GMIT, Mery Kolimon, menyatakan, ibadah di gereja sudah ditiadakan semenjak 29 Maret lalu. Dan sebagai gantinya, diadakan ibadah online dari RRI Kupang atau dari YouTube.
"Namun ibadah online ini cuma diikuti oleh sekitar 20 persen jemaat," tutur Mery.