Lebih dari perkiraan, banyak kompasioner yang menulis perihal wafatnya seniman besar Arswendo Atmowiloto. Dari berbagai sudut pandangan mereka angkat bicara.
Ada yang menulis di kolom fiksiana, karena Arswendo memang piawai di bidang tulis menulis ini. Ada juga yang menulis di kolom gaya hidup, tentang penyakit kanker prostat yang dideritanya. Ada juga di humaniora.
Saya sendiri mengenal Arswendo terutamanya sebagai penulis naskah film Keluarga Cemara. Film itu ditayangkan di TVRI pada tahun 1990an, dan banyak penggemarnya.
Keluarga Cemara yang mengambil shooting di Sukabumi, Jawa Barat ini mengisahkan perihal kehidupan sehari-hari yang dialami Abah (sebutan bapak atau ayah dalam bahasa Sunda) bersama ema (ibu) dan anak-anaknya.
Kehidupan Abah yang sederhana dan berprofesi sebagai tukang becak, juga anaknya Euis yang turut membantu perekonomian keluarga dengan berjualan opak, menarik perhatian para penonton.
Lagu Keluarga Cemara sampai saat ini masih diingat. Anda juga?
Selamat pagi ema
selamat pagi abah,
harta yang paling berharga adalah keluarga
mutiara tiada tara adalah keluarga
puisi yang paling bermakna adalah keluarga