Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penolakan Dukuh Pandeyan Inkonstitusional

21 Mei 2019   06:00 Diperbarui: 21 Mei 2019   06:20 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak pelak Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur DIY turut angkat bicara perihal penolakan warga Pandeyan, desa Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Bantul, Yogyakarta pada seorang Dukuh yang sudah memenuhi syarat dan mengikuti prosedur sah untuk menduduki jabatannya.

Penolakan warga dusun Pandeyan tersebut dikarenakan sang pejabat Dukuh yang terpilih adalah berjenis kelamin perempuan.

Dukuh terpilih, Yuli Lestari (41) ditolak warganya hanya disebabkan karena ia seorang perempuan.

Saat Yuli mendaftar sebagai calon Dukuh, Yuli mengikuti beberapa prosedur. Di antaranya mengikuti beberapa tes bertempat di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram. Tes yang diadakan pada 4 Mei 2019 ini meliputi antara lain tes psikologi, tes teknologi informasi, juga pidato dan wawancara.

Dari hasil tes, Yuli bahkan mendapatkan rangking terbaik.

Pada malam harinya, Yuli merasa heran. Ayahnya datang ke rumahnya seraya mengabarkan bahwa dirinya akan di unjuk rasa lantaran dia mendapat rangking pertama tes.

Beberapa hari kemudian, Yuli bertambah kaget, karena ada yang memasang spanduk yang isinya menolak kaum hawa menjadi Dukuh.

Alasan yang dikemukakan beberapa warga lainnya penolakan itu karena Yuli dinilai galak. Ada lagi yang mengatakan kalau suaminya sangat sulit memberikan tandatangan. Suami Yuli adalah seorang Ketua RT 1.

Lagi-lagi Yuli keheranan, mengapa ia disebut galak. "Jadi Dukuh juga mau, galaknya dimana?" Yuli yang juga seorang guru TK mempunyai 96 murid. "Lha, kalau saya galak, murid-murid saya pada kabur," jelasnya.

Yuli juga mengatakan, kenapa waktu daftar, kok panitia tidak nolak? "Salah saya sebagai perempuan apa?" ujarnya.

Yuli juga menceritakan pada jam 11 malam ada seseorang melewati rumahnya dengan mengendarai sepeda motor dan si pengendara melemparkan kertas ke rumahnya.

Setelah Yuli dilantik pada Jum'at (17/5/2019) ada 4 Ketua RT di wilayahnya yang langsung menarik diri alias mundur dari jabatannya. Yuli lantas mendatangi 2 orang Ketua RT itu. Dan dua lagi direncanakan didatanginya sesudah Lebaran.

"Ada dua Ketua RT lain lagi yang tidak mundur, tapi mereka menandatangani surat penolakan," kata Yuli menjelaskan RT lain.

Dalam sebuah pertanyaan kepada seorang mantan Ketua RT, mantan Ketua RT ini menjelaskan bahwa sebelumnya memang sudah ada kesepakatan untuk menolak seorang perempuan menjadi Dukuh.

"Memang ada undang-undang yang membolehkan perempuan menjadi Dukuh, tapi sebelum pemilihan, warga RT 5 dan RT 2 mau agar jangan sampai yang menjadi Dukuh itu seorang perempuan," katanya.

Mantan RT yang tidak mau disebutkan namanya itu menceritakan bahwa Yuli dan suaminya memang memiliki sifat yang kurang bersahabat.

Pria ini juga menjelaskan sifat yang kurang bersahabat tersebut. Dia juga membantah bahwa warga melakukan demo. Pria ini mengatakan warga hanya mengantarkan Pak RT 3 mengundurkan diri, katanya.

Inkonstitusional?

Tak pelak peristiwa itu mendapat perhatian juga dari Pemerintah Kabupaten Bantul. Wakil Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih mengatakan bahwa hal tersebut sangat disesalkan dan itu adalah peristiwa inkonstitusional. "Sudah melampaui undang-undang, tidak boleh ada penolakan. Karena yang ditolak adalah 'perempuan'" ujarnya, Senin (20/5/2019).

Wakil Bupati yang akrab disapa Halim itu menjelaskan hal tersebut usai mengikuti rapat koordinasi menyambut libur Lebaran 1440 Hijriyah, bertempat di Ndalem Agung Kompleks Kepatihan Yogyakarta.

Halim menegaskan prosedur pemilihan Dukuh sudah dijalani. Indonesia merupakan negara hukum. Mereka harus patuh pada peraturan, termasuk dalam kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam setiap jabatan.

Pemkab Bantul akan memberi pemahaman kepada warga dusun Pandeyan bahwa dalam hukum, perempuan dan laki-laki adalah sama. "Tidak boleh ada penolakan disebabkan alasan jenis kelamin," jelasnya.

Selain itu, Pemkab Bantul juga akan minta kejelasan alasan serta pihak-pihak terkait guna mendalami kasus ini.

"Harus di koridor hukum, kalau sudah ada aspek-aspek hukum, legalitas menduduki jabatan Dukuh, ya harus diterima," ujar Halim.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun