Setelah Yuli dilantik pada Jum'at (17/5/2019) ada 4 Ketua RT di wilayahnya yang langsung menarik diri alias mundur dari jabatannya. Yuli lantas mendatangi 2 orang Ketua RT itu. Dan dua lagi direncanakan didatanginya sesudah Lebaran.
"Ada dua Ketua RT lain lagi yang tidak mundur, tapi mereka menandatangani surat penolakan," kata Yuli menjelaskan RT lain.
Dalam sebuah pertanyaan kepada seorang mantan Ketua RT, mantan Ketua RT ini menjelaskan bahwa sebelumnya memang sudah ada kesepakatan untuk menolak seorang perempuan menjadi Dukuh.
"Memang ada undang-undang yang membolehkan perempuan menjadi Dukuh, tapi sebelum pemilihan, warga RT 5 dan RT 2 mau agar jangan sampai yang menjadi Dukuh itu seorang perempuan," katanya.
Mantan RT yang tidak mau disebutkan namanya itu menceritakan bahwa Yuli dan suaminya memang memiliki sifat yang kurang bersahabat.
Pria ini juga menjelaskan sifat yang kurang bersahabat tersebut. Dia juga membantah bahwa warga melakukan demo. Pria ini mengatakan warga hanya mengantarkan Pak RT 3 mengundurkan diri, katanya.
Inkonstitusional?
Tak pelak peristiwa itu mendapat perhatian juga dari Pemerintah Kabupaten Bantul. Wakil Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih mengatakan bahwa hal tersebut sangat disesalkan dan itu adalah peristiwa inkonstitusional. "Sudah melampaui undang-undang, tidak boleh ada penolakan. Karena yang ditolak adalah 'perempuan'" ujarnya, Senin (20/5/2019).
Wakil Bupati yang akrab disapa Halim itu menjelaskan hal tersebut usai mengikuti rapat koordinasi menyambut libur Lebaran 1440 Hijriyah, bertempat di Ndalem Agung Kompleks Kepatihan Yogyakarta.
Halim menegaskan prosedur pemilihan Dukuh sudah dijalani. Indonesia merupakan negara hukum. Mereka harus patuh pada peraturan, termasuk dalam kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam setiap jabatan.
Pemkab Bantul akan memberi pemahaman kepada warga dusun Pandeyan bahwa dalam hukum, perempuan dan laki-laki adalah sama. "Tidak boleh ada penolakan disebabkan alasan jenis kelamin," jelasnya.