Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bukan Kutukan, Pasien TB Bisa Pulih

21 Maret 2019   06:00 Diperbarui: 21 Maret 2019   06:25 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mantan penderita tuberkulosis sekaligus pendiri Peta (Pejuang Tangguh), organisasi dukungan penderita tuberkulosis, Ully Alawiyah, mengatakan bahwa seorang penderita TB mengalami beban psikologis yang berat. Menurut Ully, ada anggota keluarga pasien TB yang mengucilkan si penderita TB, termasuk juga mengharamkan tempat tidur, waktu makan, dan alat makan si penderita.

Menurut DR dr. Erlina Burhan, M.Sc., Sp.P(K), staf pengajar Departemen Pulmonologi dan Respirologi FKUI/RSCM Persahabatan, tidak perlu sampai menjauhkan alat makan atau handuk. Stigma ini harus dibuang jauh-jauh. "Tuberkulosis tidak menular lewat peralatan makan, tetapi dari percikan darah yang mengandung kuman TB," katanya.

Indonesia menempati peringkat kedua negara dengan kasus tuberkulosis terbesar di dunia. Sejatinya tuberkulosis dapat disembuhkan dengan lingkungan yang sehat dan kepatuhan berobat.

Data Kementerian Kesehatan menyebutkan di negeri ini diperkirakan ada 842.000 penderita TB, dimana 39 persen di antaranya belum terdeteksi.

Wiendra Waworuntu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, mengatakan pemerintah telah merancang untuk menyegerakan pencapaian Indonesia bebas TB, yaitu pada 2030.

Dari target 70 persen angka temuan kasus baru, baru tercapai 61 persen pada 2018. "Harus didorong menemukan penderita untuk diobati," kata Wiendra dalam rangka memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia yang jatuh setiap tanggal 24 Maret setiap tahunnya.

Semula, TB masih dicap stigma sebagai penyakit kutukan.

Namun, stigma tersebut perlahan semakin memudar sejalan dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat dan upaya pemerintah memberantas TB.

Namun masif program pemberantasan TB tersebut masih belum membebaskan negeri ini dari beban tuberkulosis.

Untuk itu sangat penting edukasi masyarakat tentang penyakit, cara penularan, dan cara pengobatannya.

Respons positif dari masyarakat dan dukungan keluarga untuk pengobatan sangat menentukan keberhasilan terapi tuberkulosis.

TB adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis.

Tidak nafsu makan, berkeringat dan demam tidak terlalu tinggi saat sore, turunnya berat badan, dan batuk-batuk lebih dari dua minggu adalah merupakan gejala TB.

Orang dengan HIV, paru kronik, gagal ginjal, diabetes, orangtua, dan balita, merekalah yang berisiko terkena TB karena memiliki imunitas yang rendah.

Ventilasi udara yang cukup serta berjemur di tempat terbuka sangat baik untuk pasien TB karena kuman TB tidak tahan sinar matahari.

Penularan TB terjadi saat pasien TB batuk atau bersin. Droplet yang dikeluarkan saat batuk dapat melayang-layang di udara karena droplet ini berukuran sangat kecil (kurang dari lima mikron). 

Percikan dahak dari batuk pasien itu terbang ke udara bebas lalu terhirup orang lain.

Bagi mereka yang daya tahan tubuhnya kuat, tidak merokok, dan asupan gizi yang cukup, kuman akan tertahan di pertahanan tubuh. Penyebaran kuman akan tinggi pada ruangan tanpa ventilasi dan tertutup.

2-8 minggu adalah waktu kesembuhan TB jika pasien rajin berobat dengan tanda-tanda sebagai berikut mulai terasa tak ada keluhan, berat badan mulai naik, tidak ada lagi batuk berdarah. 

Namun kuman belum mati, cuma tertidur.

Dalam kondisi ini dimana pasien merasa sudah sembuh dan tidak mau berobat lagi, disini edukasi perlu dipahami penderita dan keluarganya. Pasien minimal mesti diobati selama enam bulan.

Tuberkulosis bukanlah guna-guna atau penyakit kutukan tapi TB disebabkan karena kuman. Penderita bisa sembuh asal rajin dan patuh berobat.

Pasien dapat sembuh minimal enam bulan, dan 22-24 bulan pada pasien tingkat parah.

Lingkungan buruk, daya tahan buruk bisa tertular, tapi jika lingkungan baik dan daya tahan tubuh kuat tidak akan tertular.

Kualitas hidup pasien TB dapat terguncang karena dikucilkan masyarakat, sekolah terganggu, tidak dapat bekerja sehingga kehilangan penghasilan, dan pasien tidak leluasa berhubungan dengan keluarganya.

Tuberkulosis banyak menyerang kelompok masyarakat berekonomi lemah dan mereka yang berusia produktif.

Negeri kita belum bebas dari TB dikarenakan untuk mengatasi penyakit menular ini harus ada kerjasama dari semua pihak bukan saja dari medis. Semua harus aktif menemukan kasus baru.

Infrastruktur kesehatan yang merata juga diperlukan sampai ke tempat-tempat terpencil.

Pasien bisa saja tidak mau berobat lagi karena fasilitas kesehatan yang minim, atau tidak ada dukungan dari keluarga dan masyarakat.

Dukungan dari perusahaan, kampus, dan sekolah juga diperlukan dalam hal kelonggaran pemberian ijin berobat.

Banyak pihak berkewajiban mendukung upaya pemberangusan dan kampanye Indonesia bebas TB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun