Pesta demokrasi serentak bakal ditentukan pada 17 April 2019 dengan pemilih Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPR/DPRD, dan DPD.
Para calon anggota legislatif tentu mereka sudah membayangkan bakal duduk di kursi Dewan Legislatif dengan asa panjang berbuat sesuatu yang berguna untuk masyarakat banyak, mengembangkan rasa politiknya dengan gaji dan tunjangan yang menggiurkan.
Tindakan tersebut memang baik adanya bagi calon maupun masyarakat nantinya untuk meneruskan perwujudan demokrasi yang berkesinambungan.
Namun asa panjang tersebut, di baliknya ada mengandung risiko juga. Yaitu risiko stres, apabila dirinya gagal duduk di legislatif. Padahal tidak sedikit mereka sudah mengeluarkan banyak dana untuk membiayai pencalonan tersebut. Bahkan mungkin ada yang berhutang, yang nantinya harus dilunasi sekalian bunganya.
Jika mereka terpilih, mereka tentu senang. Uang yang sudah terpakai selama kampanye, bisa balik modal nantinya.
Namun di balik itu, perlu juga diwaspadai risiko yang mungkin terjadi jika gagal.
Stres.Â
Manajemen Risiko
Dalam dunia medis, dikenal istilah manajemen risiko. Kepala Bidang Medik Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr. Rajiman Wediodiningrat, Malang, dr. Gunawan MMRS, mengingatkan para caleg harus mengantisipasi risiko yang bakal terjadi jika tidak terpilih sebagai anggota legislatif.
Untuk itu, para caleg harus bisa memanage stres, agar tidak mengalami distress.
Menurut dr Gunawan, langkah mula yang harus diambil adalah mengidentifikasi risiko jika tidak terpilih nanti.
Dengan kata lain, dr Gunawan mengatakan bahwa risiko keberhasilan maupun risiko kegagalan harus diantisipasi. "Risikonya harus dimanage," katanya.
Distress dapat diminimalisir jika terdapat alternatif solusi dari risiko.
"Semakin bagus me-manage, risiko terjadi distress akan semakin kecil,"
Dr. Gunawan juga menyarankan agar mendekatkan diri kepada Illahi. Tawakal sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Pendekatan religius akan menekan guncangan diri.
Risiko gangguan jiwa pasti terjadi pada caleg, namun sulit untuk menghitung caleg yang menjadi stres atau tidak karena gagal terpilih.
Gunawan mengingatkan kompetisi dalam kehidupan akan selalu terjadi, bukan saja karena persaingan untuk duduk di legislatif, namun di lain hal juga.
Gunawan menjelaskan, gangguan jiwa berat di masyarakat adalah 1 persen dari populasi, sementara yang gangguan jiwa ringan 10 persen.
Gunawan berasumsi, jika ada 1000 caleg, maka biasanya 10 orang mengalami gangguan jiwa berat.
Gangguan jiwa ringan bisa terjadi, apabila caleg yang sudah memberikan bonus sesuatu kepada calon pemilih, tetapi jika gagal, menjadi marah-marah dan mengambil lagi bonus yang telah diberikan.
Apabila seseorang yang mengganggap orang lain baik, lantas berubah anggapan orang tadi menjadi tidak baik, bahkan marah-marah, ini sudah tergolong gangguan jiwa, kata Gunakan.
Bila ada gejala-gejala caleg sudah terganggu jiwanya, keluarga harus segera bertindak. Jangan malu dan segan. Segera konsultasikan dengan dokter agar segera bisa ditangani secara medis.
Caleg yang tadinya ceria, sekarang kalau mau diajak atau disuruh makan menjadi tidak mau, segera cek, agar gangguan jiwanya tidak bertambah parah.
Jika caleg sekonyong-konyong ngamuk-ngamuk, segera ambil tindakan pertolongan pertama.
Jika memang perlu diikat, ikatlah dengan tali tapi jaga jangan sampai melukai tubuh. Jika caleg ingin bunuh diri, perlu segera dilarikan ke UGD.
Keinginan bunuh diri itu muncul karena manajemen stresnya kurang serius.
Keinginan bunuh diri inilah yang paling gawat. Kalau stres lain lebih mudah diatasi, kata Gunawan.
Gangguan jiwa disebabkan kontestasi dan gangguan jiwa sebab lain manifestasinya sama. Penangananya sama dengan penanganan stres karena tekanan pekerjaan atau tekanan ekonomi misalnya.
Namun pada proses penyembuhan, faktor yang menyebabkan stres menjadi pertimbangan yang penting untuk menstabilkan.
Pemulihan dari stres dapat berlangsung 1-3 hari atau dua minggu, bisa juga sampai satu bulan. Bila sampai pada gangguan jiwa tahap penyesuaian, pemulihan dapat berlangsung lebih cepat
Segeralah ambil tindakan kalau terlihat ada perubahan mendadak atau caleg tidak mau bicara, jangan menunggu sampai parah.
Orang dengan gangguan jiwa tidak sadar kalau dirinya sedang menderita, sehingga butuh perhatian dari orang terdekat.
"Segera konsultasikan ke dokter," kata Gunawan, jikalau terlihat ada perubahan pikiran, sikap, dan perilaku dari anggota keluarga yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H