Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Saatnya Pemerintah Lebih Intens Mengatasi Polusi Udara

12 Maret 2019   05:00 Diperbarui: 12 Maret 2019   05:50 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hitungan menit saja, security meminta aktivis Greenpeace segera menggulung kembali spanduk "Jakarta Butuh Udara Bersih" "Jakarta #1 PM 2,5 Terburuk Asia Tenggara"

Spanduk tersebut dibentangkan aktivis Greenpeace di depan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Gedung Manggala Bhakti, Jakarta, pada Selasa (5/3/2019). Selain spanduk, Greenpeace juga memberikan sebuah trofi yang berbentuk Tugu Selamat Datang kepada KLHK. Trofi diterima oleh Fery Santoso, Kepbag Rumah Tangga Biro Umum KLHK.

Laporan World Air Quality Report 2018 menyebutkan Particulate Matter (PM) 2,5 2018 di Jakarta adalah 45,3 ug/m3. Kota lainnya yang mendekati Jakarta di Asia Tenggara adalah Hanoi, Vietnam dengan 40,8 ug/m3.

Jakarta menjadi kota paling tercemar di Asia Tenggara.

Hal tersebut berarti PM 2,5 Jakarta empat kali lipat dari batas aman. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 10 ug/m3 sebagai standar batas aman.

Untuk dunia sendiri, Jakarta masuk dalam 10 besar dunia terburuk kualitas udara PM 2,5. Di Asia Tenggara nomor satu.

Fery Santoso sendiri yang menerima trofi mengatakan akan menyampaikan dan menindaklanjuti simbolis dan surat itu kepada Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan.

Penyumbang utama pencemaran di Jakarta adalah berasal dari asap kendaraan bermotor yang setiap hari berseliweran di ibukota. Hal tersebut tidak lepas dari semakin banyaknya pengguna kendaraan pribadi di ibukota.

PLTU juga berkontribusi peningkatan PM 2,5.

Di Asia Tenggara sendiri ada 12 kota yang mempunyai PM 2,5 tiga kali lipat dari standar. Selain di Indonesia, juga di Filipina, Vietnam, dan Thailand.

Jakarta pernah sama dengan Bangkok dalam pencemaran udara ini. Tapi pemerintah Thailand melakukan beberapa tindakan untuk mengurangi, di antaranya dengan melakukan penyemprotan air di udara dengan menggunakan drone.

Tapi pencemaran Jakarta, pemerintah Indonesia masih menyatakan Jakarta masih berkategori sehat.

Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara, Yeb Sano, mengatakan bahwa polusi udara mematikan mata pencaharian dan masa depan orang.

Selain berdampak pada kesehatan yang berakibat buruk, polusi udara merugikan sekitar $ 225 miliar disebabkan karena hilangnya produktivitas kerja. Kerugian medis menghabiskan triliunan rupiah.

Dengan kata lain, polusi udara selain berakibat buruk pada kesehatan, juga merugikan keuangan kita.

Laporan IQ Air diharapkan bisa menyadarkan masyarakat akan udara yang mereka hirup setiap saat demi pencegahan selanjutnya.

Dari lebih 3000 kota dunia yang dianalisa, 64 persen sudah lebih dari standar yang ditetapkan WHO. 64 persen berarti 1920 kota. Nah, dari jumlah 1920 kota itu 89 persen berada di Asia Timur, 95 persen di Asia Tenggara, dan 99 persen di Asia Selatan. 

Laporan juga menyebutkan bahwa Jakarta berpotensi segera menyusul kota-kota besar di Cina yang masyhur oleh polusi. Patut dicatat, PM 2,5 kota-kota di Cina mengalami penurunan 12 persen dari 2017 ke 2018. Cina berhasil menurunkan tingkat polusi.

Kebakaran hutan di Amerika Serikat menyumbang buruknya polusi. Indonesia juga rentan pada kebakaran hutan.

Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, Tata Mustafa, mengatakan bahwa pemerintah Indonesia masih menyangkal PM 2,5 sudah berbahaya di Jakarta.

Melihat hal buruk ini, sebaiknya pemerintah memberikan perhatian utama untuk segera mengatasi masalah.

Ade Imasanti Sapardan, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari RS Mayapada mengatakan bahwa polusi udara berakibat buruk pada jantung. "Mereka yang tinggal di kota dengan polusi tinggi mempunyai jantung yang lebih besar ketimbang mereka yang tinggal di area bebas polusi," katanya, Minggu (10/3/2019) di Jakarta.

Menurutnya lagi, pembengkakan itu adalah gejala awal gagal jantung.

Imasanti menyarankan agar menggunakan masker untuk mengurangi dampak pencemaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun