Isu pengaturan skor di laga Liga 1 dan 2 ini mendapat tanggapan dari berbagai pihak, di antaranya seperti yang dikemukakan oleh Gede Widiade selaku Direktur Persija Jakarta. Widiade mengemukakan dibutuhkan kerja nyata dari PSSI untuk memberikan hukuman tegas untuk memberantas match fixing.
Widiade juga menilai kasus match fixing adalah lumrah. Mencuat sebentar, lama-lama juga lupa. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya tindakan tegas dari PSSI.
Kalangan lain menilai PSSI lambat dalam memroses serta menangani kasus match fixing ini, dan tidak segera melaporkan ke polisi.
Dalam hal ini Ratu Tisha mempunyai alasan, belum dilaporkannya kasus pengaturan skor ini ke polisi karena persidangan di PSSI belum selesai. Namun ia juga menyatakan kalau diperlukan dan soal itu melanggar hukum, ia pasti melaporkannya.
Lebih lanjut, Tisha juga mengatakan dasar hukumnya harus kuat, boleh saja orang menuduh. Kalau bukti tidak ada, dasar hukumnya juga tidak ada, makanya proses persidangan belum terjadi. "Apakah bisa ditangkap?" Untuk hal itu, menurutnya lagi PSSI sedang melakukan proses.
Dalam kelambanan itu, seharusnya PSSI mengaca pada UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang pidana suap. Di situ sudah tertulis jelas soal kasus suap.
Wajah sepakbola tanah air semakin bopeng. Setelah Edy Rahmayadi yang dikecam karena gagal mengantarkan Indonesia berprestasi, terutama di ajang AFF Cup 2018. Kasus suporter yang fanatik, dsb. Kini juga adanya masalah pengaturan skor. Mau dibawa kemana persepakbolaan kita?Â
Anda mendukung "Edy out"?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H