Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengapa Ras Kaukasoid Memiliki Risiko Lebih Tinggi Terkena Melanoma?

16 Mei 2018   07:00 Diperbarui: 16 Mei 2018   08:07 1782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dr. Aida menjelaskan bahwa melanoma stadium 1 dan 2 masih bisa diobati, tetapi jika sudah masuk stadium 3 dan 4, maka risiko kematian akan sangat tinggi. Kematian lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Lebih rinci Dr. Aida menjelaskan, paparan sinar UV secara terus-menerus menjadi faktor penyebab dan faktor risiko melanoma, begitu pula paparan sinar matahari jangka panjang di masa kanak-kanak dan melakukan tanning (menghitamkan kulit).

Menurut Dr. Aida, cara mudah mendeteksi dini melanoma adalah dengan mengenali tahi lalat di tubuh - 30 persen kanker kulit dikenali dari tahi lalat. Karena itu, tidak ada salahnya melakukan SAKURI, atau Periksa Kulit Sendiri.

Caranya? Berdirilah di cermin setinggi badan, dan amati kulit sepanjang badan. Untuk bagian belakang, manfaatkan cermin kecil, dan jangan lewatkan sisi kanan dan kiri badan. Jangan lupa periksa juga kulit kepala dan telapak kaki.

Bagaimana kemajuan terapi melanoma saat ini?

Dr. Suria Nataatmaja selaku Medical Director MSD Indonesia menjelaskan bahwa jika dulu pasien melanoma diterapi dengan bedah dan kemoterapi, kini ini ada terapi terbaru yang menghasilkan respons sangat baik, yakni imunoterapi.

"Imunoterapi anti PD-L 1 dapat digunakan untuk mengobati melanoma sebagai pilihan selain radioterapi dan kemoterapi," jelas Dr. Suria. "Saat ini, anti PD-1 merupakan satu-satunya imunoterapi yang sudah masuk ke Indonesia, dan telah mendapat izin BPOM pada 2017 untuk terapi kanker paru dan melanoma."

Kisah sukses terbaru adalah Jimmy Carter, mantan presiden Amerika Serikat. Pria berusia 93 tahun ini dinyatakan telah "remisi" dari melanoma metastasis dengan imunoterapi anti PD-1.

Penelitian fase 1-3 terhadap terapi ini memang menunjukkan respons positif, baik kulit Kaukasian maupun Asia. Dibanding kemoterapi, pasien yang menjalani imunoterapi memiliki perbaikan atau kesempatan hidup empat kali lebih lama, dan rata-rata memiliki usia dua kali lebih panjang.

Lebih rinci Dr. Suria menjelaskan cara kerja imunoterapi anti PD-1, yakni dengan mengaktifkan sistem daya tahan tubuh pasien. Limfosit, salah satu sel imun tubuh secara alamiah akan menyerang benda asing yang mengancam kesehatan, termasuk sel kanker.

Namun, ada kondisi di mana sel kanker menghasilkan protein PD-L 1 yang membuat ia tidak dikenali sel limfosit. Obat anti PD-1 akan mencegah ikatan PD-1 dengan PD-L 1 pada limfosit dan sel kanker, sehingga ia dapat mengenali sel tumor sebagai benda asing yang harus dihancurkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun