Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Anak Muda Dilanda Demam "Doodle Art"

8 Mei 2018   07:00 Diperbarui: 8 Mei 2018   08:27 2001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya ingin teman-teman yang sudah punya doodle art tidak menyimpan karyanya sendiri. Karya itu harus disebarluaskan, siapa tahu ada yang mengapresiasi," kata gadis yang merasa ilmu manajemen dari bangku kuliahnya berguna untuk mengelola komunitas.

Perjalanan komunitas ini cukup unik. Selama tahun pertama, Doodle Art Indonesia (DAI) lebih banyak bergerak secara online, misalnya dengan membuat kompetisi online, dan belum ada "kopi darat" dengan sesama pencinta doodle.

Anya pun membuat pengumuman sederhana yang memanggil para doodler untuk mengambil peran sebagai administrator regional. Ternyata, seruan tersebut disambut antusias. Kini, ada 60 cabang DAI yang mewakili 60 daerah di berbagai penjuru Nusantara.

Perlahan, pamor DAI mulai dikenal. Pada 2015, sebuah SMA di Jakarta meminta 15 doodler komunitas tersebut untuk berpartisipasi dalam pentas seni. Dari situ, datanglah undangan untuk bekerja sama dalam sejumlah event.

Selain pihak sekolah, kampus, dan pemerintah, banyak pula perusahaan yang menggandeng DAI dalam acara mereka, seperti pembuatan mural bersama sebuah merek kopi ternama. Kerja sama komersial seperti ini membuka peluang yang dulu tak terpikir oleh Anya.

Setelah mencari tahu lebih jauh tentang doodle di Google, Haikal Farabi semakin tertarik. Ia menemukan komunitas DAI dan bergabung dengan DAI regional Jakarta pada 2016.

Haikal mengaku mendapat banyak manfaat dari berkomunitas dengan sesama pencinta doodle. Salah satunya adalah menjadikan karyanya sebagai sumber penghasilan saat menerima jasa pembuatan doodle art untuk kado ulang tahun atau anniversary.

Memang, sebagian besar anggota komunitas DAI yang masih berstatus pelajar dan mahasiswa umumnya belum berpenghasilan. Itu sebabnya, sejumlah DAI regional terpikir membuat merchandise seperti kaos, jaket, dan produk lain yang bisa mendatangkan uang.

"Aku juga dapat teman baru dan ilmu tentang berbagai macam gambar. Selain itu, doodling bisa membuat mood jadi baik. Dan tentu, aku mendapat pengalaman baru bersama teman-teman di komunitas ini," tutur Haikal.

Ini diamini oleh Anya.

"Dengan berkomunitas, kita tak hanya dapat teman dan pengalaman baru, tapi juga meningkatkan apresiasi terhadap doodling," ujarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun