Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hewan Bisa Jadi Mata-mata?

10 April 2018   09:46 Diperbarui: 10 April 2018   10:13 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: sputniknews.com

Bisakah hewan dilatih untuk menjadi mata-mata? Itulah yang terjadi pada sejumlah kadal, burung, lumba-lumba, sampai tupai, yang telah dituduh memiliki peran dalam berbagai aksi spionase.

Jauh di dalam tambang uranium, beberapa ekor kadal tampak berkeliaran, menarik gelombang atomik dan mengantar informasi rahasia untuk pemerintah Iran.

Meski terdengar tak masuk akal, inilah yang diyakini Hassan Firuzabadi, penasihat militer Iran, kepada media belum lama ini. Firuzabadi mengutarakan teori tersebut setelah ia ditanya tentang kelompok pencinta lingkungan yang ditahan oleh pemerintah sejak akhir Januari 2018.

Menurut Times of Israel, agensi berita lokal Iran, Firuzabadi yakin para aktivis lingkungan memanfaatkan kadal dan bunglon sebagai mata-mata setelah mendapati hewan-hewan tersebut dipelihara oleh pembela lingkungan hidup tersebut.

Diduga, reptil-reptil itu dilepas untuk menemukan di mana pemerintah Iran melakukan penambangan dan pengembangan uranium.

Kulit reptil yang tebal, kata Firuzabadi, bisa menarik gelombang atomik. Namun, ia menambahkan bahwa upaya mata-mata yang tidak biasa itu berhasil digagalkan. Tidak jelas bagaimana sang tokoh militer Iran sampai pada keyakinan tersebut.

Yang jelas, para ilmuwan menegaskan bahwa tuduhan Firuzabadi tak berdasar. Pertama, kulit kadal tidak bisa menyerap gelombang atomik. Kedua, sebagai hewan berdarah dingin, sang reptil tak akan mau mendatangi gua-gua pertambangan yang gelap dan dingin.

Percaya atau tidak, ini bukan pertama kali binatang telah dituduh sebagai mata-mata.

Pada 2016, seekor burung bangkai griffin raksasa dengan rentang sayap selebar 2 meter menyeberangi perbatasan Israel dan Lebanon.

Ketika ia ditangkap penduduk desa setempat, mereka mendapati hewan itu mengenakan perangkat pelacak kecil di kakinya. Warga desa pun curiga si burung bangkai telah memata-matai mereka.

Padahal, griffin tersebut memakai pelacak karena ia adalah bagian dari program pemulihan populasi burung pemakan bangkai di Timur Tengah, setelah dilepas dari Cagar Alam Gamla di Israel. BBC melaporkan bahwa burung tersebut akhirnya dibebaskan setelah PBB turun tangan.

Sebelumnya, pada 2011, burung bangkai lain dari Israel juga ditahan oleh pemerintah Arab Saudi. Ketika itu, griffin tersebut mengenakan penanda GPS milik University of Tel Aviv, yang sedang mempelajari pola gerakan hewan yang terancam punah tersebut.

Spionase hewan bukan hal baru bagi Iran.

Pada 2017, mereka menahan 14 ekor tupai yang diberitakan agensi berita lokal telah dilengkapi dengan perangkat pengintaian. Dicurigai, tupai-tupai tersebut dipasang alat perekam atau perangkat radio ukuran mungil yang bertujuan mencuri dengar percakapan.

Ketika itu, kepolisian nasional Iran mengonfirnasi bahwa mereka tahu berita tersebut telah tersebar, tapi mereka menolak mempublikasikan informasi lebih jauh tentang dari mana asal tupai-tupai tersebut. Mereka juga tidak memberi tahu bagaimana nasib mamalia kecil itu.

Profesor John Koprowski, pakar ekologi dan konservasi tupai di University of Arizona, menegaskan bahwa sangat diragukan tupai bisa dilatih untuk menjalankan tugas spionase.

Sementara kadal, burung bangkai, dan tupai mungkin merupakan sasaran aneh untuk tuduhan mata-mata, sebagian hewan lain mungkin tidak terlalu mengejutkan.

Pada 2015, Hamas - organisasi politik Palestina yang dituduh sebagai teroris oleh U.S. State Department - mengungkapkan kecurigaan mereka terhadap seekor lumba-lumba. Hewan itu dianggap telah memata-matai mereka untuk pihak Israel karena ia ditemukan memakai perangkat spionase, salah satunya kamera pengintai.

Meski detail kisah ini tidak jelas, lumba-lumba bukan pendatang baru dalam taktik militer. Pada 2014, misalnya, ketika Rusia mengambil alih wilayah Crimea dan menyusup ke pasukan militer Ukraina, mereka menemukan apa yang mereka sebut "lumba-lumba petarung."

Mamalia laut ini diyakini telah dimanfaatkan untuk menemukan target bawah air, seperti ranjau. Mereka juga dicurigai telah dilatih untuk menghadang penyusup memasuki wilayah terlarang. Konon, di era 1960-an, Angkatan Laut AS menjalankan program serupa.

Saat diwawancarai National Geographic pada 2014, perwakilan program riset mamalia laut di University of Hawaii mengaku bahwa pemerintah AS pernah memanfaatkan lumba-lumba sebagai pendeteksi ranjau dalam laut karena hewan ini memiliki kemampuan ekolokasi begitu akurat, sehingga mereka lebih superior dari mesin.

Jadi, benar dong hewan bisa menjadi mata-mata?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun