Apakah benar harmonis, atau hanya kamuflase supaya terlihat mesra? Sebuah hubungan tentu tidak selamanya berjalan harmonis, mesra, dan baik. Selalu ada saatnya kerikil datang, masalah menghadang, atau pun kasih sayang meluntur karena banyak sebab.
"Di satu sisi, sah-sah saja naluri berinteraksi sosial mendapatkan reward atau legitimasi sosial karena hubungan asmara yang mesra. Namun, di sisi lain, jangan sampai unggahan tersebut membahayakan diri sendiri maupun orang lain," Ika mengingatkan.
Misalnya, si pengunggah jadi terobsesi karena unggahannya tidak banyak mendapat respons baik seperti yang diinginkan. Bahkan, sampai merasa stres saat tidak banyak yang memberikan "like" atau komentar.
Menurut Jane, pamer kemesraan yang berlebihan di media sosial dapat memberikan mimpi atau janji palsu ke orang atau pasangan lain.
Contoh, gaya pacaran atau pernikahan para selebriti. Masyarakat awam yang melihatnya akan terobsesi memiliki hubungan asmara seperti itu, sementara kemampuan diri tidak memungkinkan.
Karena itu, bijaklah mengunggah kemesraan. Gunakan filter. Dan bagi masyarakat awam, sadari kemampuan diri, apakah bisa seperti para selebriti atau orang lain yang hubungan asmaranya tampak ideal.
"Ingat, tidak semua hal-hal di media sosial itu nyata, media sosial adalah citra yang ingin ditampilkan, sering kali tidak sesuai dengan realita yang ada," pesan Jane.
Dalam asmara, Ika menegaskan bahwa ada area privat yang mestinya menjadi konsumsi pribadi, tanpa harus dibagi ke orang lain. Pahami bahwa semua orang ingin privasinya terlindungi.
"Ada baiknya hal ini dibicarakan dengan pasangan, apakah dia berkenan kemesraan dan hubungannya rutin diunggah di media sosial atau tidak," tandas Ika.
Kedua psikolog ini mengingatkan agar para pasangan tetap fokus dalam menjaga hubungan.
"Tantangan menjaga relasi saat ini adalah menjaga bahagia luar dalam. Kemampuan setiap orang berbeda-beda dalam menjaga relasi. Itu sebabnya, image yang ditampilkan di publik sering kali 'lari' dari situasi yang sebenarnya," kata Ika.