Sementara itu, negatifnya adalah keletihan fisik dan kualitas pekerjaan yang tidak sebaik ketika fokus pada satu pekerjaan, karena dia harus membagi prioritas.
Kemajuan dan kecepatan teknologi memang dapat memudahkan kita dalam melakukan multitasking. Namun, di balik itu, kendalanya adalah waktu, yang terkait dengan perencanaan.
"Karena bertindak hampir bersamaan, perencanaan biasanya tertunda, atau minimal terganggu. Ketika dia merencanakan yang satu, muncul aktivitas lain. Perencanaan yang lain akan terhambat," tegas Joyce..
Jika tidak mampu mengatur waktu dan strategi dalam bekerja, maka dampaknya adalah apresiasi terhadap dirinya berkurang, target pribadinya tidak tercapai, serta perencanaan tidak tersusun dan terlaksana dengan baik.
Ini diamini oleh Hany. Menurutnya, kendala yang lazim dihadapi oleh pelaku multitasking adalah kejadian yang tak terduga dan perencanaan waktu yang terlalu ambisius.
"Multitasking sering tak terhindarkan. Namun, kita perlu sadari bahwa multitasking tidak meningkatkan produktivitas. Sebaliknya, kualitas dan kreativitas menurun, stres meningkat, dan dalam situasi tertentu cenderung dapat membahayakan keselamatan," Hany mengingatkan.
Agar multitasking tak berujung pusing, Joyce mencatat sejumlah modalitas yang dibutuhkan.
Pertama, fisik yang kuat. Lalu, pikiran yang kreatif, yang dibutuhkan untuk memikirkan dan menyusun langkah-langkah berikutnya. Selanjutnya adalah skala prioritas, sehingga dapat memilih mana yang perlu didahulukan.
Orang yang pintar ber-multitasking juga
"Intinya, kerjakan sesuatu ketika kita punya waktu, bukan ketika deadline sudah tiba. Kalau bisa dikerjakan sekarang ya dikerjakan, jangan ditunda. Dan lakukanlah di tempat yang tepat," tegas Joyce.
Yang tak kalah penting adalah take and break atau mengambil waktu rehat, supaya tidak terlalu letih. Multitasking membutuhkan fisik yang sehat. Jadi, di antara kesibukan, kita harus rehat agar rileks. Ketika rileks, orang akan bisa berpikir kreatif.