Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... Akuntan - Apapun yang terjadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mulai hari dengan bersemangat

Selanjutnya

Tutup

Tradisi

Sejarah Beli Baju Lebaran, Pernah Dikritik Belanda Karena Menggunakan Dana Pemerintah

2 April 2023   11:07 Diperbarui: 2 April 2023   11:07 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti apa yang dikatakan oleh Snouck Hurgronje, penasehat urusan pribumi pemerintahan kolonial Hindia-Belanda dalam bukunya yang berjudul "Nasehat-nasehat Snouck Hurgronje di masa pemerintahan 1889-1939".

Di situ dituliskan pada bulan kesepuluh rakyat menggeliat membuat atau membeli pakaian baru untuk Hari Raya IdulFitri. Terutama kalangan priyayi dan bangsawan.

"Kebiasaan saling bertamu dan mengenakan pakaian baru di bulan kesepuluh ini mengingatkan kita kepada perayaan Tahun Baru Eropa," kata Hurgronje.

Bulan kesepuluh yang disebutkan oleh Hurgronje itu bukannya bulan Oktober dalam tahun Masehi.

Namun bulan Syawal dalam kalender Hijriyah.

Ya, dalam kalender Hijriyah, Syawal merupakan bulan kesepuluh. Sedangkan Ramadhan merupakan kesembilan.

Lebih lanjut Hurgronje menyebutkan mereka yang membeli atau membuat baju baru untuk IdulFitri itu mayoritas berada di Batavia (Jakarta sekarang).

"Mereka membeli makanan, pakaian, dan petasan di Hari Raya," dalam laporannya, 20 April 1904.

Kelanjutannya, pembelian baju baru untuk IdulFitri oleh para petinggi pada waktu itu seperti pamong praja dan bupati dikritik oleh beberapa pihak orang-orang Belanda karena menggunakan dana pemerintah.

Sedangkan untuk model serta corak yang digunakan pada saat itu dengan model Eropa, Islam, atau Indonesia sendiri.

Orang-orang Belanda juga menyaksikan ketidakadilan lainnya dimana para petinggi pribumi itu mengenakan pakaian mewah pada jamannya, sedangkan rakyat jelata sangat sederhana dan seadanya, bahkan pakaian bekas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun