Para penggemar thrifting harus waspada, pemerintah sudah memberikan lampu hijau bakal mengeluarkan larangan pakaian impor bekas.
Terutama anak-anak muda, thrifting digemari karena bisa menjadi alternatif disaat mahalnya harga pakaian baru yang branded.
Istilah thrifting muncul yang bermakna bisnis atau pakaian bekas impor yang branded.
Daripada membeli pakaian baru yang mahal dan belum tentu kualitasnya bagus, millenial lebih memilih thrifting karena selain berkualitas bagus juga harganya miring.
Toh, pakaian itu paling-paling baru dipakai satu atau dua kali, masih baru juga kan?
Bayangkan kalau ingin memiliki pakaian baru yang bermerek itu, bisa merogoh kocek yang dalam. Siapa pula yang memperhatikan?
Tak sedikit permintaan akan barang-barang thrifting itu, pemerintah berpikiran jika dibiarkan maka akan mengancam industri pakaian dalam negeri.
"Jika produk ini (pakaian impor bekas) kita setop dan dilarang dijual, kan masih banyak alternatif lainnya," kata Teten Masduki, Menkop UKM (Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah) RI, Selasa (14/3/2023).
Untuk itu Teten Masduki sudah minta DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) Kementerian Keuangan untuk menertibkan kondisi tersebut.
Menurut Teten, pakaian-pakaian bekas itu masuk melalui pelabuhan-pelabuhan kecil atau jalur tikus, ini merupakan tindakan ilegal.
Sementara itu, Hanung Harimba, Deputi Bidang Usaha Kecil Menengah Kementerian Koperasi UKM, mengatakan sebagian besar baju-baju impor bekas datang dari Asia.
Terlebih lagi di saat-saat menjelang Ramadhan dan IdulFitri seperti sekarang ini, pakaian menjadi primadona barang-barang yang paling dibutuhkan.
Ketika harga pakaian baru Rp 200.000 per potong misalnya, maka dengan harga segitu pakaian bekas impor yang branded bisa didapatkan sampai 5 potong.
Ini yang membuat kecolongan industri pakaian dalam negeri termasuk UMKM.
Hanung punya "pegangan" untuk melarang baju-baju bekas impor itu.
Yaitu Permendagri (Peraturan Menteri Perdagangan RI) Nomor 40 Tahun 2022 tentang barang yang dilarang untuk impor dan ekspor.
Pada pasal 2 dan 3 ada disebutkan tentang larangan impor pakaian, karung, dan kantong bekas.
Hal tersebut dinilai selain merugikan ekonomi domestik, juga tidak baik bagi penggunanya dari segi kesehatan.
Teten Masduki ingin kita mencintai produk dalam negeri.
Sementara itu, Redma Gita Wiraswasta, Ketua Umum APSyFi (Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia), menegaskan yang paling terganggu dengan maraknya pakaian-pakaian bekas itu adalah IKM (Industri Kecil Menengah) lantaran pakaian-pakaian bekas itu head to head dengan produk-produk yang diproduksi IKM.
APSyFi mencatat pakaian bekas yang masuk ke Indonesia itu mencapai 150.000 ton setiap tahunnya.
Itu berarti 25-30 persen dari total barang impor yang masuk ke pasar dalam negeri.
Nah lho, gimana nih bagi Anda yang gemar barang-barang thrifting ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H