Sewaktu kecil, nenek saya pernah bercerita bahwa tarian Singa atau yang kita kenal sekarang dengan barongsai itu digelar dengan maksud untuk mengusir roh-roh jahat (nian).
Dengan dibunyikannya tetabuhan yang gentang perenang maka roh-roh jahat akan kabur dan menjauhi manusia yang akan diperdaya nya.
The Lion Dance ini memang biasanya muncul di saat perayaan Imlek setiap tahunnya untuk merayakan hari raya orang Tionghoa itu dengan semarak.
Nenek juga menceritakan jika barongsai dan kebudayaan Cina lainnya di Indonesia sempat dilarang oleh orde baru karena khawatir jika diperbolehkan akan terpengaruh oleh paham komunis dari Cina.
Yang mana konon meletusnya peristiwa G30S PKI tahun 1965 itu juga atas dukungan dari kaum komunis dari Cina.
Seperti diketahui dalam sejarah, mantan Presiden RI Abdurachman Wahid kemudian mencabut keputusan pelarangan itu.
Bahkan Presiden selanjutnya Megawati Soekarnoputri melengkapi kebebasan orang-orang Tionghoa di Indonesia dengan menetapkan Hari Raya Imlek sebagai hari libur nasional.
Tentu saja secara diam-diam, orang-orang Tionghoa di Indonesia sangat berterimakasih khususnya kepada Gus Dur dan juga Megawati Soekarnoputri.
Selain masih ada yang percaya jika The Lion Dance itu adalah sebagai upaya mengusir roh-roh yang mana roh-roh itu ketakutan dengan bunyi-bunyian yang didengungkan, orang Cina juga percaya bahwa Barongsai adalah lambang kebijaksanaan, keunggulan, kekuatan, dan keberanian.
Kini tarian Singa sudah semarak lagi hadir di setiap perayaan Imlek dan di acara-acara tertentu baik di rumah, mall, tempat-tempat pariwisata, dan sebagainya.