Bisnis thrifting (entrepreneur.bisnis.com)
Seperti layaknya hukum ekonomi yang berbunyi permintaan banyak maka harga barang cenderung naik.
Ada juga rumus yang dijadikan panutan untuk memulai usaha, bisnis apa yang harus dipilih agar laku?
Sehubungan dengan tibanya hari raya Idul Fitri, mereka yang mempunyai "mata" bisnis tentu akan berpikir untuk terjun di bisnis yang berkaitan dengan Lebaran itu.
Salah satunya adalah bisnis pakaian.
Tak pelak, orang yang berlebaran sangat membutuhkan pakaian ini. Dan pakaian menjadi primadona yang paling dibutuhkan di Hari Raya ketimbang kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Namun bagi konsumen, mereka mempunyai masalah dalam soal harga pakaian itu. Pakaian bagus tentu harganya mahal.
Masih ada alternatif untuk itu, pakaian yang bagus tapi berharga murah atau tidak membuat dompet cekak.
Sudah mendengar istilah thrifting?
Di kekinian, thrifting ini adalah pakaian bekas yang berharga murah namun layaknya tidak ada beda kualitas atau bagusnya dengan pakaian baru.
Cuma soal gengsi...
Dulunya, seperti dilansir dari kamus Cambridge, thrifting itu dimaknai sebagai toko yang menjual barang-barang bekas seperti furnitur, buku, atau pakaian.
Pada saat itu, toko yang menjual pakaian bekas itu hanya bertujuan nirlaba atau tidak mengambil keuntungan.
Mereka mengkhususkan pakaian bekas untuk kaum miskin, gelandangan, atau tuna wisma yang tentunya berharga murah namun kualitas barangnya tetap bagus.
Dinukil dari Time, Jennifer Le Zotte (seorang sejarawan) mengatakan bisnis thrifting itu berawal dari gereja yang menghimpun pakaian bekas yang layak pakai dari jemaat untuk dijual dan hasil dari penjualan itu digunakan untuk aktivitas di gereja.
Setelahnya, kondisi tersebut berkembang menjadi "toko barang bekas" yang menjadi tempat berburu fesyen bagi para imigran di Amerika pada akhir tahun 1800-an.
Selanjutnya, pada tahun 1920-an bahkan ada department store atau mall tersendiri yang khusus menjual furniture dan pakaian bekas untuk diperdagangkan.
"Ada pergeseran dari yang namanya toko barang bekas ke toko hemat, alias thrifting," kata Le Zotte.
Jadi jelas thrifting ini bermakna hemat.
Dan itu bukan berarti pakaian itu buruk kualitasnya. Baru dipakai sekali atau dua kali kualitas nya tidak berubah. Kelebihannya, harganya lebih murah, hemat.
Peluang bisnis di dunia dan Indonesia
Laporan IBIS World menyebutkan bisnis thrifting di AS bernilai 14,6 miliar USD.
Berdasarkan pertimbangan bisnis bakal tumbuh mencapai 142 miliar USD di tahun 2023 ini. Bahkan bakal terus tumbuh hingga tahun 2026.
Survei Global Statistika tahun 2021 mendapatkan milenial menjadi pendongkrak pertumbuhan itu.
Mereka sangat berhasrat untuk membeli pakaian bekas karena harganya yang jauh lebih murah namun kualitas nya tidak berkurang.
Selain itu, pakaian bekas juga lebih ramah lingkungan.
Statistika menyebutkan dengan pengeluaran uang yang hemat mereka (generasi muda) bisa mendapatkan pakaian branded.
"Ini yang menyebabkan bisnis ini tumbuh," kata Statistika.
Laporan lain berdasarkan survei selain berharga murah, generasi muda membeli thrifting karena dapat menekan limbah industri tekstil melalui daur ulang, daripada produk fast fashion.
Tentu kondisi tersebut menjadi peluang bagi Anda untuk segera memulai bisnis ini.
Di tanah air, sudah ada sejumlah tempat khusus yang menjual pakaian bekas berkualitas ini. Seperti di Gedebage (Bandung) atau Pasar Senen di Jakarta.
Ada juga platform khusus.
Bagi Anda yang akan memulai usaha ini, siapkan rencana matang-matang.
Cari tahu berapa biaya awal dan operasionalnya, target pasar, berapa harga jualnya dan identitas bisnisnya.
Jangan sampai menjadi boomerang lantaran strategi nya kurang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H