Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... Akuntan - Apapun yang terjadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mulai hari dengan bersemangat

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pakar Ilmu Komunikasi UGM Sebut Protes Bos MNC Group Siaran Analog Dimatikan Timbulkan Paradoks

7 November 2022   11:07 Diperbarui: 7 November 2022   11:12 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menonton TV Analog (banjarmasinpost.co.id)


Mungkin karena kurang sosialisasi, dilansir dari JPM (Jawa Pos Multimedia) TV, sejumlah warga Desa Ketos, Kabupaten Serang, Banten merasa terkejut karena pada 3 Nopember 2022 yang lalu mereka tiba-tiba kehilangan tontonan siaran TV Analog mereka.

Namun berkat gaung migrasi dari TV Analog ke TV Digital seperti yang banyak didengungkan dan penjelasan dari mereka yang mengerti, mereka akhirnya sadar bahwa pemerintah sudah mulai menyuntik mati TV Analog dan mulai Digital per 3 Nopember 2022.

Mereka pun sadar jika ingin digital, maka mereka harus membeli STB (Set Top Box) untuk menangkap siaran TV Digital tersebut.

Warga desa adalah warga yang tidak mampu untuk membeli STB yang berharga antara Rp 190-Rp 220 ribu itu, oleh karenanya mereka berharap pemerintah memberikan secara gratis STB tersebut.

Warga Desa Ketos tersebut belum mempunyai STB dan belum dibagikan secara gratis oleh pemerintah seperti yang sudah dilakukan kepada masyarakat lainnya.

Dilihat dari kenikmatan menonton TV Digital itu maka kemajuan teknologi ini selain gambarnya bagus, suara jernih, juga banyak pilihan programnya.

Namun seperti apa yang dikatakan oleh Profesor Hermin Indah Wahyuni, Pakar Komunikasi dan Guru Besar UGM (Universitas Gadjah Mada), suntik mati TV Analog akan menghemat pita frekuensi, meningkatnya kecepatan internet 5G, dan memperluas penangkapan sinyal di wilayah blank spot.

Wanita yang juga menjabat Dekan FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) UGM itu angkat bicara menanggapi protes yang diungkapkan oleh bos MNC Hary Tanoesoedibjo.

Melalui media sosial nya Hary Tanoesoedibjo menyatakan keheranannya mengapa harus ASO (Analog Switch Off) dan beralih ke TV Digital.

Menurutnya, hal itu akan memberatkan rakyat yang tidak mampu karena mereka harus membeli STB.

"Kalau mau TV Analog jangan diperjualbelikan di pasaran, sehingga masyarakat yang mau beli TV akan langsung membeli TV Digital," kata Hary Tanoe, Jum'at (4/11/2022).

Ada setidaknya 7 stasiun televisi termasuk MNC Group miliknya Hary Tanoe, dan VIVA Group yang belum ASO setelah tanggal yang ditetapkan pemerintah, yaitu terakhir 2 Nopember 2022.

Pada tanggal 3 Nopember ke 7 saluran televisi itu masih belum ASO.

Oleh karenanya sejumlah warga di Jabotabek berterimakasih kepada Hary Tanoe sebagai bos MNC Group.

Dari segi bisnis sendiri, ASO akan berdampak merugikan bagi perusahaan yang bergerak di stasiun TV.

Menkopolhukam Machfud MD mengatakan ASO per 2 Nopember 2023 (wilayah Jabodetabek) menyusul wilayah-wilayah lainnya di seluruh Indonesia diatur dalam undang-undang No 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Oleh karenanya jika ada stasiun televisi yang melanggar maka akan dikenakan sanksi.

Hermin Indah juga menyadari ASO akan merugikan bisnis pertelevisian, namun dia mengingatkan bahwa ini adalah teknologi.

"Selain tayangan yang bersih, canggih teknologinya, ASO juga mendukung Indonesia menuju era digital economic," lanjutnya.

Masyarakat Indonesia harus keluar dari zona nyaman, dalam artian mereka harus berani mengikuti dan memasuki secara bersama-sama menuju era digital economic.

"Banyak semutnya"

"Gambarnya ga jelas"

"Sedikit programnya"

Itu keluhan yang yang kerap dilontarkan masyarakat yang TV nya masih Analog.

Masyarakat harus diberikan pengertian kalau TV Analog itu memang kenyataannya seperti itu. 

Beri pengertian juga mereka langsung dapat membeli TV Digital yang tidak lagi harus menggunakan STB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun