Mohon tunggu...
Rudy Wiryadi
Rudy Wiryadi Mohon Tunggu... Akuntan - Apapun yang terjadi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mulai hari dengan bersemangat

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Penggunaan Media Sosial Berlebihan Mengakibatkan Depresi, Ini Penjelasannya

20 Oktober 2022   11:07 Diperbarui: 20 Oktober 2022   12:33 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Media sosial (suara.com)

Berbagai masalah secara psikologis banyak dialami seorang manusia dalam kehidupannya.

Apakah Anda pernah mengalami suatu saat merasakan ketidakmampuan memecahkan masalah, atau masalah psikologis lainnya yang menyebabkan penggunaan obat terlarang?

Seperti ada pepatah ada sebab dan akibat, namun apakah Anda sudah menemukan apa yang menyebabkan munculnya masalah tersebut?

Ide ini datang ketika saya membaca sebuah artikel dari kompas.com yang menganalisa dampak dari media sosial.

Disitu disebutkan penggunaan media sosial yang berlebihan dapat meningkatkan problem-problem seperti apa yang sudah disebutkan di atas yaitu ketidakmampuan memecahkan masalah, dan masalah lainnya yang ujung-ujungnya penggunaan obat terlarang.

Selain rasa sedih akibat depresi seperti yang sudah disebutkan di atas, penggunaan media sosial yang berlebih-lebihan juga dapat mengganggu item masalah lainnya seperti gangguan tidur, fungsi tubuh, cara berpikir, bahkan kecanduan media sosial seks.

Apakah benar demikian?

Berdasarkan sejumlah penelitian, Organisasi Kesehatan Dunia WHO mensinyalir 1 dari 20 orang dewasa di dunia mengalami depresi karena penggunaan media sosial yang berlebihan.

Studi terbaru yang dimuat di Journal of Affective Disorders Reports melaporkan studi terbaru digawangi oleh University of Arkansas untuk mengetahui risiko depresi karena penggunaan media sosial.

Seperti gambaran umumnya pengguna media sosial itu mereka yang berusia muda, maka para peneliti juga merekrut milenial yang berusia 18-30 tahun sebanyak 988 orang.

Partisipan diminta mengisi kuisioner masalah apa yang dialami, waktu penggunaan medsos, dan tipe karakter seseorang.

Didapatkan, semua tipe karakter manusia mengalami depresi setelah penggunaan medsos.

Dr. Lisa W. Coyne mengatakan mencegah depresi akibat penggunaan media sosial tak semudah apa yang kita bayangkan.

Note: Dr. Lisa W. Coyne yang dimaksud adalah seorang asisten profesor psikologi di Harvard Medical School.

Manusia bisa saja mengatakan untuk mencegah depresi dengan cara membatasi penggunaan medsos.

Tapi pada kenyataannya media sosial itu hadir untuk kita, untuk perhatian kita. Sehingga terus berinteraksi dengannya.

Bagi yang sudah kecanduan dengan platform kekinian itu, perlu adanya niat yang kuat untuk merasakan ketidaknyamanan akibat dilepaskannya medsos itu dari keseharian.

Cara yang paling nyata untuk itu adalah dengan misalnya beres-beres rumah, berjalan kaki, membaca buku, menelepon teman, dan sebagainya.

Tak dapat dipungkiri jika media sosial ini apakah dalam bentuknya Facebook, Twitter, Instagram, Snapchat, dan sebagainya itu merupakan salah satu inovasi seiring dengan perkembangan teknologi pada umumnya di segala bidang.

Jika pada jaman dulu masyarakat berkumpul hanya dalam lingkungan sebatas kampung, desa, atau kota saja.

Dengan ditemukannya internet maka terbentuklah jejaring sosial, termasuk juga WhatsApp, yang secara mengagumkan seseorang dapat berinteraksi dengan orang-orang lainnya dalam satu negara bahkan meliputi mancanegara.

Mereka saling berkenalan, chat, berkirim pesan, membagikan postingan secara serius atau bercanda, membuat video, dan sebagainya.

Pada tahun 1980-an komputer sudah mulai menjadi perangkat yang umum, seiring dengan itu pula media sosial mulai digemari.

Semakin populer pada tahun 1990-an, media sosial mulai menemukan platform yang bisa memasang foto profil dan saling berteman dengan pengguna lainnya.

Pada tahun 2000 blog mulai ramai dikenal dan dikembangkan.

Jadi setelahnya media sosial menjadi suatu interaksi yang berbasis internet atau web yang berkembang dari hanya sekedar komunikasi menjadi suatu dialog interaktif, layaknya komunikasi antara seorang penulis dengan penggemarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun