Biaya pembangunan KCJB itu sempat membengkak dari prediksi semula pada tahun 2021.
Oleh karenanya Presiden Jokowi mengeluarkan Keppres Nomor 93 Tahun 2021. Proyek diserahkan kepada Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Kepemimpinan konsorsium diserahkan dari PT Wijaya Karya (Wika) kepada PT KAI (Kereta Api Indonesia). Pemerintah mengambil dana dari APBN untuk menutupi biaya pembengkakan tersebut.
Proyek KCJB ini merupakan proyek kereta cepat pertama di ASEAN.
"Ini adalah konektivitas antar negara-negara ASEAN. Dalam rangka daya saing ASEAN," kata Jokowi.
Lebih lanjut Jokowi mengatakan kendala terjadi di terowongan tunel 11 dan 2. Tanahnya sulit dikendalikan.
"Namun Alhamdulillah bisa diselesaikan," kata Jokowi.
Memiliki kecepatan 360 km/jam, KCJB ini memiliki fitur Lighting Arrester alias tahan petir.
Dengan adanya Lighting Arrester maka kereta tetap aman meluncur di saat hujan lebat disertai petir menggelegar.
KCJB juga dirancang bisa beroperasi di empat iklim, termasuk musim kemarau atau musim hujan seperti yang terjadi di Indonesia untuk mengantisipasi cuaca ekstrem.
Dwiyana Slamet Riyadi, Direktur Utama PT KCIC (Kereta Cepat Indonesia Cina) mengatakan dari Jakarta menuju ke stasiun akhir di Tegal Alur, Padalarang, Kabupaten Bandung ditempuh dalam tempo 36 menit saja.