Namun di tempat itu Nyi Saritem tidak minta untuk mendatangkan birahi namun sekedar saling menyayangi.
Selain itu Nyi Saritem bersama keluarganya juga sering berziarah ke wilayah Pananjung yang dipercaya pusat kerajaan sekaligus tempat petilasan Dewi Rengganis.
Ketika tinggal di Bandung selain Saritem, saya juga mengenal wilayah atau nama jalan Rengganis ini sebagai kawasan kos mahasiswa.
Nyi Saritem nampaknya ingin lepas dari sangkar emas karena hidupnya merasa terkungkung, sang putri ingin mengembara ke suatu wilayah yang pada saat ini secara geografis masuk ke daerah Bandung dengan suatu tujuan tertentu.
Semula keinginan sang putri mendapatkan larangan dari keluarganya karena tidak layak pada saat itu seorang perempuan mengembara. Keluarganya bahkan menginginkan Nyi Mas Ayu Permata Sari menikah dulu.
Namun pada akhirnya keluarganya mengijinkan dengan syarat Nyi Mas didampingi seorang kusir bernama Ki Usdi.
Karena keluarga bangsawan, Nyai Saritem pun mulai melakukan perjalanan ke wilayah Bandung dari Sumedang dengan menggunakan delman yang ditarik dua kuda.
Delman pada saat itu merupakan suatu kemewahan dimana hanya kalangan tertentu saja yang menaikinya.
Ketika beristirahat di beberapa pos dalam perjalanan itu, orang-orang yang melihat di sepanjang perjalanan itu mencurigai Ki Usdi akan menuju ke sebuah tempat jual-beli perempuan untuk memperdagangkan Nyai Saritem.
Melihat hal tersebut, Nyai Saritem penasaran dan menanyakan kepada Ki Usdi dimana lokasi tempat jual-beli perempuan itu dan minta Ki Usdi supaya membawanya ke tempat itu.
Seperti syair dari lagu Sabda Alam yang syairnya menceritakan bahwa wanita itu dijajah pria, dijadikan perhiasan sangkar madu, prostitusi juga sudah berkembang sejak dulu.