Para mahasiswa terutama jurusan ekonomi pasti sudah diajarkan oleh para dosen mereka atau membaca dari buku tentang hukum ekonomi.
Yang pada intinya, harga-harga cenderung naik jika banyak permintaan kepada suatu barang atau jasa dari masyarakat.
Sebaliknya harga-harga cenderung turun kalau permintaan dari masyarakat mengalami penurunan.
Masih berkaitan dengan hukum ekonomi tersebut, belum banyak yang tahu dan kalau pun tahu masyarakat/nasabah yang menyimpan uangnya di Bank dalam bentuk tabungan akan tercengang.
Lantaran, seperti yang sedang mulai ramai diberitakan jika bunga tabungan di lembaga keuangan itu hanya kecil saja.
Bunga untuk tabungan jenis tertentu hanya diberikan bunga 0 persen saja untuk saldo sampai dengan Rp 1 juta.
"Bank-bank Papan Atas" macam BCA, BRI, BNI, BTN, atau Bank Mandiri dan sebagainya baru memberikan bunga 0,1 % untuk saldo mengendap antara Rp 1 juta-Rp 50 juta.
Umumnya untuk saldo mengendap yang lebih besar lagi (Rp 50 juta-Rp 500 juta) diberikan bunga yang lebih besar. 0,2 % dan seterusnya.
Dua sisi kini dapat disimpulkan mengapa mereka memberikan bunga yang kecil (dibawah 1%) per tahunnya.
Bank-bank Papan Atas seperti yang disebutkan di atas mereka sadar bahwa masyarakat mempercayakan keuangan mereka untuk disimpan di Bank.
Bayangkan, jika uang mereka mau disimpan dimana? Disimpan dibawah kasur atau di celengan sangat berisiko dimakan rayap atau menjadi lusuh dan rusak.
Oleh karenanya mereka menyimpan uangnya di Bank supaya aman. Namun Bank memungut biaya administrasi untuk uang kita. Besarnya bervariasi sesuai dengan tabungan tertentu dan kebijakan Bank yang bersangkutan.
Bahkan admin itu jumlahnya besar (berkisar antara Rp 10.000-Rp 20.000) belum lagi biaya kartu ATM.
Bagi penabung kecil jelas sangat merugikan. Karena admin pasti dibebankan yang diambil dari saldo sedangkan bunga tidak diperoleh atau lebih kecil dari admin.
Jelas terlihat jika bank-bank papan atas saja yang memberikan bunga yang kecil dan biaya administrasi yang besar, karena seperti hukum ekonomi seperti yang disebutkan di atas, masyarakat mempunyai kebutuhan untuk memarkir dana mereka untuk berbagai macam tujuan.
Kebijakan nya, karena modal bank papan atas itu melimpah menjadikan mereka "tidak membutuhkan dana masyarakat" dalam bentuk tabungan.
Tentunya Bank juga membutuhkan dana untuk dipakai memberikan kredit pinjaman kepada masyarakat. Dimana mereka mengambil keuntungan dari selisih antara bunga kredit dan bunga simpanan.
Lembaga keuangan juga dengan demikian mendorong masyarakat untuk mengalihkan dana mereka ke bentuk produk lain yang menghasilkan bunga yang lebih tinggi misalnya deposito.
Deposito adalah simpanan di Bank dalam jumlah nominal, dan jangka waktu tertentu yang lebih panjang dari tabungan.
1, 3, 6, atau 12 bulan. Dan minimal Rp 8 atau Rp 10 juta.
Karena deposito itu hanya boleh dicairkan dalam waktu-waktu seperti yang sudah disebutkan di atas, itu adalah salah satu bentuk strategi dari Bank yang bersangkutan, umpamanya Bank itu menginginkan dana yang mengendap lebih lama.
Peneliti perbankan juga tentunya sudah mengetahui kalau bank-bank papan tengah atau papan bawah cenderung memberikan tarif dan bunga yang lebih menguntungkan, untuk menarik dana dari masyarakat.
Sekarang, tinggal sikap kita yang menentukan, apakah kita tetap menyimpan uang di bank-bank papan atas dengan alasan misalnya gaya hidup "cashless".
Atau menambah dan membiarkan saldo dalam jumlah tertentu supaya tidak rugi.
Alternatifnya, mencari bank yang memberikan bunga yang lebih tinggi dan admin yang lebih rendah. Atau dialihkan ke deposito?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H